Denpasar (Antaranews Bali) - Universitas Hindu Indonesia Denpasar berkomitmen untuk turut menguatkan tata kelola desa adat di Bali, salah satunya melalui rencana pembentukan Program Studi Hukum Adat.

"Intinya kami merancang prodi ini untuk menguatkan desa adat dan agama Hindu. Karena roh adat kita Hindu. Mahasiswa juga akan kami bekali tentang budaya dan kepariwisataan karena itu tulang punggung pembangunan Bali," kata Wakil Rektor I Unhi Denpasar Prof Dr I Putu Gelgel SH, MHum saat membuka diskusi kelompok terfokus (FGD) bertajuk Penguatan Tata Kelola Desa Adat di Bali, di Denpasar, Senin.

Menuru Gelgel, Unhi Denpasar sudah mengusulkan rencana pembentukan prodi baru tersebut, karena pihaknya melihat kajian hukum adat menjadi terpinggirkan setelah hukum adat hanya masuk program kekhususan dalam kurikulim Fakultas Hukum.

"Hukum lokal mendapat tekanan dari positivisme hukum. Fenomena ini yang akan kami patahkan," ujarnya.Gelgel tidak menampik proses usulan Prodi Hukum Adat sempat menemui kendala di Kemenristekdikti karena ada moratorium untuk prodi humaniora, sehingga Unhi mengusulkan lewat Kementerian Agama (Dirjen Bimas Hindu).

Menurutnya, Dirjen Bimas Hindu telah memberi dukunan dan berjuang agar izin Prodi Hukum Adat segera keluarPihaknya berharap melalui FGD tersebut menjadi langkah awal Unhi Denpasar untuk segera membuka Prodi Hukum Adat.

"Semoga FGD ini memberi gambaran, muatan lokal apa saja yang cocok dimasukkan ke dalam kurikulum," katanya.
     
Dalam FGD yang berlangsung sekitar dua jam ini menghadirkan sejumlah praktisi, akademisi dan tokoh adat Bali. Diantaranya, Bagoes Oka Wiraguna, Prof Dr Ramantha, Ketua FKUB Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, Dr Ketut Sudantra, Ketut Sumarta, Made Sadguna, Dekan Fakultas Ilmu Agama dan Kebudayaan Unhi Denpasar, Drs I Putu Sarjana MS dan  delapan akademisi hukum Unhi.

Sementara itu, Ketua FKUB Bali Ida Panglingsir Agung Putera Sukahet mengatakan rohnya Bali adalah adat dan budaya yang dijiwai oleh Agama Hindu. Sementara adat merupakan bentengnya Pancasila.

Menurut dia, apabila adat dan budaya kuat, maka hal itu akan menjadi 'bargaining power' untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Oleh Oleh karena itu, untuk memperkuat desa adat diperlukan tata kelola pemerintahan yang baik.

"Adat dan budaya merupakan roh dan jiwanya pariwisata Bali, kalau ini melemah berarti Bali juga melemah. Oleh karena itulah Unhi harus ikut mendukung penguatan desa adat, baik sumber daya manusianya maupun tata kelolanya. 

Apalagi sekarang sudah ada Raperda Desa Adat yang tujuannya adalah memperkuat desa adat itu. Melihat kondisi ini, jadi sangat baik jika Unhi membuka Prodi Hukum Adat.

"Melalui lembaga pendidikan ini, sumber daya manusianya bisa dididik untuk penguatan tata kelola desa adat nantinya," ujarnya.

Sementara itu, tokoh adat Ketut Sumarta mengapresiasi langkah Unhi Denpasar untuk membuka Prodi Hukum Adat.

Bahkan pihaknya menyarankan agar Unhi membuka Fakultas Hukum Adat. Sebab, hukum adat sangat diperlukan dalam upaya penguatan tata kelola desa adat yang saat ini sedang diperkuat melalui Ranperda Desa Adat oleh Pemprov Bali.

"Desa adat mau tidak mau harus bertransformasi secara menyeluruh. Harus ada penguatan SDM, penguatan desa adat, dan penguatan pemerintahan desa adat," katanya.

Pandangan senada disampaikan Dr Anak Agung Sudiana. Dia menyebut ketika ada kasus-kasus yang berkaitan tentang desa adat, advokat, hakim, dan jaksa tidak semuanya paham tentang hukum adat.
 
"Oleh karena itu, sangat penting dibuka Prodi Hukum Adat. Hal ini tentu membuka peluang kerja bagi lulusan S1 Hukum Adat di Bali," ujar Sudiana yang juga akademisi Universitas Mahasaraswati itu. (ed)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019