Singaraja (Antaranews Bali) - Pemkab Buleleng mulai menjajaki ekspor buah naga ke Tiongkok setelah tim General Administration of Customs People's Republic of China (GACC) bersama pejabat Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian berkunjung ke Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, 25 Oktober.

"Dalam kunjungan itu, Kepala Seksi Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian Kementan Irsan Nuhanto menilai peluang (ekspor) itu ada, karena buah naga dari Buleleng memiliki ukuran yang lebih besar dan rasa yang lebih manis dibandingkan dengan buah dari negara lain," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng Ir. Nyoman Genep, MT, di Singaraja, Buleleng, Jumat.

Selama ini, katanya, Tiongkok mengimpor buah naga dari Thailand dan Vietnam, tapi buah naga dari Buleleng memiliki keunggulan dari segi ukuran dan rasa. Selain itu, kalau buah naga dari Buleleng dibelah tidak rusak, sedangkan buah yang sama dari Negara Vietnam dan Thailand itu cepat rusak. "Nah, inilah keunggulan buah naga kita," katanya.

Kunjungan lapangan (on site visit) ke kebun produksi buah naga di Buleleng oleh tim GACC itu dilakukan untuk melakukan kajian analisis terhadap produksi buah naga di Buleleng. Perkebunan buah naga yang dianalisa adalah perkebunan buah naga milik I Wayan Kantra. Perkebunan dengan luas 14 hektare itu terletak di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan.

Dalam kunjungan lapangan tersebut, tim GACC melakukan analisis dengan mengambil sampel buah dan sempel hama yang ada di pohon buah naga milik I Wayan Kantra. Sampel tersebut nantinya akan diuji terlebih dahulu. Tim GACC juga mencoba rasa buah naga milik I Wayan Kantra.

"Pemkab Buleleng terus mendukung petani di Buleleng dengan melakukan pembinaan terkait kualitas buah ekspor dan terus mengembangkan pertanian berbasis organik, karena hasil perkebunan yang berbasis organik lebih mudah untuk menembus pasar ekspor. Itu merupakan tahap awal untuk memulai merambah pasar ekspor buah naga Buleleng," katanya.

Secara terpisah, pemilik kebun buah naga di Kubutambahan, I Wayan Kantra, mengatakan pihaknya selama ini memang menggunakan pupuk organik. "Itu dilakukan untuk menyambut peluang pasar ekspor. Selama ini, buah naga kami sudah pernah diekspor ke Jerman dalam bentuk olahan," katanya.

Untuk buah segarnya, ia mengaku pernah mengekspor buah naga ke Hongkong, namun biaya operasional ekspor ke Hongkong memang sangat mahal, sehingga tidak ada ekspor lagi. Untuk ekspor ke China, pihaknya menunggu keputusan kelayakan dari tim GACC. Selain itu, ia juga menunggu harga yang ditawarkan dari investor China.

Kendati masih menunggu status layak atau tidaknya ekspor ke China, pihaknya siap memberikan pasokan kebutuhan buah naga yang diperlukan, karena perkebunan miliknya bisa menghasilkan 600 sampai 700 ton setahun. "Dari perkebunan seluas 14 hektare ini, perkiraan saya bisa menghasilkan 600 sampai 700 ton," katanya.

Pasar Rakyat BUMDes

Sementara itu, Pemkab Buleleng melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) juga telah menyelenggarakan Pasar Rakyat Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Buleleng, Made Subur, mengatakan kegiatan ini merupakan kegiatan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang difasilitasi oleh DPMD Kabupaten Buleleng.

"Dalam pasar rakyat yang dibuka pada Kamis (25/10) tersebut ada fun walk keliling desa, pameran produk unggulan desa dan inovasi desa, serta apresiasi tokoh desa di Buleleng. Lini produk usaha yang ada, diantaranya sektor simpan pinjam, pengelolaan air bersih, pertanian, bahan bangunan, alat tulis kantor, produk kuliner serta kerajinan, hingga pariwisata," katanya.

Pada Pasar Rakyat itu, setiap BUMDes akan menampilkan produk unggulan masing-masing, sehingga bisa dijadikan "role model" pengembangan di tiap desa. Nanti juga bisa terjadi transfer pengetahuan lini usaha BUMDes, biar lebih berkembang.

Selain itu, agenda Pasar Rakyat juga diharapkan memperluas pasar masing-masing BUMDes, terutama BUMDes yang bergerak di sektor jasa.

"Misalnya Badung butuh dodol. Kalau mau cari dodol, tinggal kontak BUMDes kita di Penglatan. Mau cari beras merah, kontak BUMDes di Gobleg dan Munduk. Begitu juga dengan usaha-usaha lainnya. Jadi pasarnya bisa lebih luas," katanya.

Selain itu, ia mengatakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, Pemkab Buleleng melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) mewajibkan setiap desa di Buleleng memiliki Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). "Saat ini, belum semua desa di Buleleng memiliki Bumdes. Dari 129 desa, baru tercatat 108 desa punya Bumdes," katanya. (WDY)

Pewarta: Made Adnyana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018