Denpasar (Antaranews Bali)  - Parade Cak dalam ajang Bali Mandara Nawanatya III di Taman Budaya, Denpasar, menampilkan tradisi "Ngerebeg" yang merupakan tradisi unik dari daerah Tegalalang, Kabupaten Gianyar.

"Ngerebeg merupakan sebuah tradisi yang sangat cocok diangkat sebagai sebuah kisah dalam cak. Ada nyanyiannya, ada mesuryaknya, jadi saya pun melihat Ngerebeg ini tepat sekali diangkat menjadi garapan cak," kata I Wayan Budamani, pembina garapan Cak dari SMAN 1 Tegalalang, di Denpasar, Minggu malam.

Budamani menambahkan, Ngerebeg sebagai sebuah tradisi unik dari daerah Tegalalang, dahulu bernama Kushara Jenggala.

Dalam pementasan di Panggung Terbuka Ardha Candra, Denpasar, itu nampak suasana riuh dan riang gembira dipancarkan anak-anak dan remaja.

Kisah Ngerebeg diawali dari Ida Dwagung Made yakni putra mahkota kedua Dalem Sukawati yang mendapatkan pencerahan setelah bertapa untuk mendirikan sebuah pura dekat pohon beringin.

Sayangnya, para wong samar (makhluk halus) yang telah lama bersemayam di lokasi bakal pura pun merasa terusik dan akhirnya para wong samar pun turut dilibatkan dalam prosesi ritual pembuatan pura dan berdamai dengat umat manusia.

Budamani yang menjadi pembina garapan Cak SMAN 1 Tegalalang ini membina 156 orang siswa dalam kurun waktu 33 hari. Kesempatan menjadi penampil dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III membuat Budamani tidak ingin main-main dalam menggarap.

"Anak-anak itu sebenarnya mampu, mereka tidak hanya bermain hp. Adanya Nawanatya inilah yang menyentuh rasa mereka. Saya tak menuntut kesempurnaan, namun sentuhan rasa kebahagiaan berkesenian adalah yang utama," ucapnya.

Dalam pementasan itu semuanya masih serentak dengan kain poleng (hitam dan putih-red) yang membalut para penari cak. Para penari cak SMAN 1 Tegalalang memberikan kejutan dengan mewarnai punggung ditengah-tengah penampilan sebagai wujud dari kemunculan wong samar (makhluk halus).

Tak hanya itu, kemunculan barong landung yang dibuat siswa-siswi SMAN 1 Tegalalang sebagai wujud yang dipuja dalam pura dekat pohon beringin itupun menambah suasana mistis sekaligus semarak.

Meski kental akan tradisi, namun menurut AA Sagung Mas Ruscita Dewi sebagai pengamat Bali Mandara Nawanatya III menuturkan, tempo permainan garapan Ngerebeg ini pun masih cukup lambat.

"Karena ceritanya adalah upacara, maka banyak bagian dari adegan cak yang temponya lambat, tetapi sangat inovatif," ujar Mas Ruscita.
 
Baginya, garapan dari SMAN 1 Tegalalang perlu meningkatkan permainan bunyi dan kedinamisannya

Sebelumnya, SMAN 1 Abiansemal, Kabupaten Badung yang menjadi penampil pertama membawakan garapan cak bertajuk Sunda Upasunda.

"Kisah ini memang tidak asing, hanya saja kami ingin mengungkapkan yang benar bahwa inilah kisah Sunda Upasunda yang sebenarnya," ucap Ida Bagus Nyoman Mas selaku penata cak SMAN 1 Abiansemal.

Sebelumnya, tak sedikit masyarakat yang terpelintir dengan kisah ini. Sunda Upasunda yang merupakan saudara dari kaum raksasa ini pun sejatinya digoda oleh para bidadari saat mereka mabuk, bukan saat bertapa. Kebenaran inilah yang ingin disampaikan oleh SMAN 1 Abiansemal.

Berbeda dengan SMAN 1 Tegalalang, SMAN 1 Abiansemal memiliki lakon khusus yang dibalut dengan kostum tertentu sesuai perannya, sehingga emosi yang mengalir dalam garapan Cak Sunda Upasunda pun sangat terasa.

"Bagaimana dia membagi alur permainan bunyi, lambat, cepat, sedang, dan emosinya pun juga terasa," kata Mas Ruscita mengomentari garapan SMAN 1 Abiansemal.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018