Jakarta (Antaranews Bali) - Analis dari lembaga sekuritas mengatakan nilai tukar (kurs) rupiah yang tertekan pada Senin pagi akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang lainnya di dunia, dan dikhawatirkan akan terus melemah di tengah ancaman defisit neraca perdagangan.
Transaksi antarbank, Senin pagi, di Jakarta, rupiah melemah 35 poin menjadi Rp Rp14.843 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.808 per dolar AS.
"Data ekonomi Amerika Serikat yang positif menopang dolar AS cenderung menguat terhadap beberapa mata uang kuat utama dunia, termasuk rupiah," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan data penjualan ritel AS pada Agustus 2018 sebesar 6,6 persen, lebih tinggi dibandingkan estimasi analis 4,8 persen. Industrial production index (IPI) AS pada periode itu sebesar 4,9 persen juga lebih tinggi dibanding estimasi analis, yakni 3,6 persen.
"Kuatnya kedua data itu menjadi indikasi awal kuatnya pertumbuhan konsumsi Amerika Serikat di triwulan ketiga 2018," katanya.
Sementara sentimen dari dalam negeri, Ahmad Mikail mengatakan, pelaku pasar akan mencermati data neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus yang sedianya akan rilis pada hari ini (17/9).
"Diperkirakan kembali defisit, namun dengan defisit yang lebih kecil. Konsensus analis memperkirakan data neraca perdagangan akan defisit sebesar 450 juta dolar AS, atau lebih rendah dibandingkan defisit Juli," katanya.
Menurut dia, neraca perdagangan yang masih defisit itu dapat menambah sentimen negatif bagi rupiah di tengah penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Transaksi antarbank, Senin pagi, di Jakarta, rupiah melemah 35 poin menjadi Rp Rp14.843 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.808 per dolar AS.
"Data ekonomi Amerika Serikat yang positif menopang dolar AS cenderung menguat terhadap beberapa mata uang kuat utama dunia, termasuk rupiah," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan data penjualan ritel AS pada Agustus 2018 sebesar 6,6 persen, lebih tinggi dibandingkan estimasi analis 4,8 persen. Industrial production index (IPI) AS pada periode itu sebesar 4,9 persen juga lebih tinggi dibanding estimasi analis, yakni 3,6 persen.
"Kuatnya kedua data itu menjadi indikasi awal kuatnya pertumbuhan konsumsi Amerika Serikat di triwulan ketiga 2018," katanya.
Sementara sentimen dari dalam negeri, Ahmad Mikail mengatakan, pelaku pasar akan mencermati data neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus yang sedianya akan rilis pada hari ini (17/9).
"Diperkirakan kembali defisit, namun dengan defisit yang lebih kecil. Konsensus analis memperkirakan data neraca perdagangan akan defisit sebesar 450 juta dolar AS, atau lebih rendah dibandingkan defisit Juli," katanya.
Menurut dia, neraca perdagangan yang masih defisit itu dapat menambah sentimen negatif bagi rupiah di tengah penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018