Denpasar (Antara Bali) - Ikatan Alumni Universitas Udayana (Ikayana) akan menggelar seminar yang bertema "Perempuan Bali dalam Perspektif Hukum Adat Waris" di Ruang Teater Lantai IV Fakultas Kedokteran Unud, pada 5 Agustus 2011.
Ketua Pengurus Pusat Ikayana Bali, Prof Dr Ketut Suastika Sp PD-KEMD di Denpasar, Rabu mengatakan, seminar ini sebagai bentuk pengabdian Ikayana kepada masyarakat dan pembangunan Bali.
Dikatakannya, seminar yang terbuka untuk umum ini mengundang pemerhati masalah hukum adat Bali, "sulinggih" (rohaniawan Hindu), organisasi profesi, Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP), PHDI, pengurus Ikayana masing-masing komisariat, pejabat pemerintahan, dosen, aparat penegak hukum, LSM, lembaga adat serta desa pekraman.
"Dalam konsep 'rwa bineda' (dua berbeda) selalu diingatkan bahwa 'purusa-predana' (ikatan laki dan perempuan) adalah bagian dari kehidupan, saling melengkapi, saling membutuhkan dan selalu akan menjadi kesatuan," kata Suastika, didampingi ketua panitia seminar, Gede Indria SH.
Gede Indria mengatakan, dalam pandangan Hindu, perempuan diberi kehormatan yang sangat tinggi, karena perempuan bagian dari kehidupan ini.
"Tanpa perempuan, tidak pernah ada kehidupan. Tanpa perempuan, semua akan menjadi sirna. Tidak ada semesta tanpa perempuan," ucapnya.
Berdasarkan data dari seluruh pengadilan di Bali, kata Gede Indria, kasus perceraian menempati urutan teratas. Dalam kasus perceraian ini sering ditemukan perempuan dinomorduakan dalam hal waris.
Untuk itu, kata dia, melalui seminar ini diharapkan derajat perempuan dalam memperoleh waris bisa diangkat, walaupun tidak harus sama dengan laki-laki.
Ia mengatakan, seminar tersebut akan menampilkan sejumlah narasumber, di antaranya Drs Ketut Wiana dengan materi "Perempuan Bali Menurut Pandangan Hindu", Dr Made Wiasti MSi membawakan materi "Perkembangan dan Aktualisasi Kesetaraan Gender di Bali".
Selanjutnya Prof Dr I Wayan Windia membawakan materi "Perempuan dalam Konsep Hukum Adat Waris Bali: Perpektif Masa Depan" serta Ida Bagus Putu Madeg SH MH seorang hakim Tinggi di Makassar membawakan materi "Pewarisan Bagi Perempuan Bali dalam Praktik Peradilan".
Menurut dia, kegiatan seminar dengan topik ini sangat penting bagi masyarakat Bali, mengingat dalam urusan waris, perempuan Bali dalam sistem kemasyarakatan masih terkesan dikesampingkan.
Ia mengatakan, hasil seminar tersebut akan dibukukan dan disampaikan kepada Gubernur Mangku Pastika, bupati dan wali kota se-Bali.
"Diharapkan masuk dalam 'awig-awig' atau aturan adat Bali secara tertulis dan arah ke depan dapat sebagai landasan pembentukan hukum formal," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Ketua Pengurus Pusat Ikayana Bali, Prof Dr Ketut Suastika Sp PD-KEMD di Denpasar, Rabu mengatakan, seminar ini sebagai bentuk pengabdian Ikayana kepada masyarakat dan pembangunan Bali.
Dikatakannya, seminar yang terbuka untuk umum ini mengundang pemerhati masalah hukum adat Bali, "sulinggih" (rohaniawan Hindu), organisasi profesi, Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP), PHDI, pengurus Ikayana masing-masing komisariat, pejabat pemerintahan, dosen, aparat penegak hukum, LSM, lembaga adat serta desa pekraman.
"Dalam konsep 'rwa bineda' (dua berbeda) selalu diingatkan bahwa 'purusa-predana' (ikatan laki dan perempuan) adalah bagian dari kehidupan, saling melengkapi, saling membutuhkan dan selalu akan menjadi kesatuan," kata Suastika, didampingi ketua panitia seminar, Gede Indria SH.
Gede Indria mengatakan, dalam pandangan Hindu, perempuan diberi kehormatan yang sangat tinggi, karena perempuan bagian dari kehidupan ini.
"Tanpa perempuan, tidak pernah ada kehidupan. Tanpa perempuan, semua akan menjadi sirna. Tidak ada semesta tanpa perempuan," ucapnya.
Berdasarkan data dari seluruh pengadilan di Bali, kata Gede Indria, kasus perceraian menempati urutan teratas. Dalam kasus perceraian ini sering ditemukan perempuan dinomorduakan dalam hal waris.
Untuk itu, kata dia, melalui seminar ini diharapkan derajat perempuan dalam memperoleh waris bisa diangkat, walaupun tidak harus sama dengan laki-laki.
Ia mengatakan, seminar tersebut akan menampilkan sejumlah narasumber, di antaranya Drs Ketut Wiana dengan materi "Perempuan Bali Menurut Pandangan Hindu", Dr Made Wiasti MSi membawakan materi "Perkembangan dan Aktualisasi Kesetaraan Gender di Bali".
Selanjutnya Prof Dr I Wayan Windia membawakan materi "Perempuan dalam Konsep Hukum Adat Waris Bali: Perpektif Masa Depan" serta Ida Bagus Putu Madeg SH MH seorang hakim Tinggi di Makassar membawakan materi "Pewarisan Bagi Perempuan Bali dalam Praktik Peradilan".
Menurut dia, kegiatan seminar dengan topik ini sangat penting bagi masyarakat Bali, mengingat dalam urusan waris, perempuan Bali dalam sistem kemasyarakatan masih terkesan dikesampingkan.
Ia mengatakan, hasil seminar tersebut akan dibukukan dan disampaikan kepada Gubernur Mangku Pastika, bupati dan wali kota se-Bali.
"Diharapkan masuk dalam 'awig-awig' atau aturan adat Bali secara tertulis dan arah ke depan dapat sebagai landasan pembentukan hukum formal," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011