Jakarta (Antaranews Bali) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof dr Ilham Oetama Marsis mengatakan pelaksanaan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI mengenai sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik terhadap dr Terawan Agus Putranto ditunda.
"Bahwa PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya ditegaskan bahwa hingga saat ini dr Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Marsis dalam konferensi pers di kantor Pengurus Besar IDI jakarta, Senin.
Marsis menegaskan penundaan pelaksanaan keputusan tersebut dilakukan karena IDI masih melakukan verifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait putusan MKEK serta jawaban dari dr. Terawan dalam forum pembelaannya pada Jumat (6/4).
"Penundaan bagi kita sangat tergantung pada bukti-bukti, bisa suatu pembebasan dari tuduhan, namun bisa juga kita melakukan rekomendasi dari MKEK," kata Marsis.
MKEK IDI sebelumnya merekomendasikan pemberian sanksi berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik bagi dr Terawan karena dia mengiklankan metode cuci otaknya yang lewat Digital Subtraction Angiography (DSA), menarik bayaran besar dan menjanjikan kesembuhan pada pasien, yang dinilai bertolak belakang dengan etika kedokteran.
Beberapa ahli menilai metode cuci otak lewat DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan stroke melainkan untuk diagnosis penyakit guna membantu mengetahui metode pengobatan yang tepat.
IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi menggunakan metode DSA oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan. Marsis menjelaskan penilaian tindakan metode terapi cuci otak bukan ranah IDI. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Bahwa PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya ditegaskan bahwa hingga saat ini dr Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Marsis dalam konferensi pers di kantor Pengurus Besar IDI jakarta, Senin.
Marsis menegaskan penundaan pelaksanaan keputusan tersebut dilakukan karena IDI masih melakukan verifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait putusan MKEK serta jawaban dari dr. Terawan dalam forum pembelaannya pada Jumat (6/4).
"Penundaan bagi kita sangat tergantung pada bukti-bukti, bisa suatu pembebasan dari tuduhan, namun bisa juga kita melakukan rekomendasi dari MKEK," kata Marsis.
MKEK IDI sebelumnya merekomendasikan pemberian sanksi berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik bagi dr Terawan karena dia mengiklankan metode cuci otaknya yang lewat Digital Subtraction Angiography (DSA), menarik bayaran besar dan menjanjikan kesembuhan pada pasien, yang dinilai bertolak belakang dengan etika kedokteran.
Beberapa ahli menilai metode cuci otak lewat DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan stroke melainkan untuk diagnosis penyakit guna membantu mengetahui metode pengobatan yang tepat.
IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi menggunakan metode DSA oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan. Marsis menjelaskan penilaian tindakan metode terapi cuci otak bukan ranah IDI. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018