Jakarta (Antaranews Bali) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melakukan investigasi terkait marak kasus ikan sarden dan makarel kalengan yang mengandung cacing.
"BPOM jangan hanya melakukan penarikan saja, tetapi harus menginvestigasi secara keseluruhan proses produksinya, baik dari sisi hulu hingga hilir," kata Tulus, di Jakarta, Jumat.
BPOM, kata dia, tidak cukup menarik produk dari pasaran tanpa melakukan langkah-langkah yang lebih komprehensif. Untuk itu, dia mendorong BPOM agar menemukan penyebab kenapa produk sarden dan makarel tersebut sampai terkontaminasi cacing.
YLKI menduga proses produksi dari 27 merek sarden dan makarel itu tidak sehat sekaligus tidak higienis. "Marak produk sarden dan makarel jelas sangat mengkhawatirkan bagi konsumen yang bisa jadi beranggapan bahwa produk sarden dan makarel adalah produk pangan yang tidak aman," katanya lagi.
Dia juga meminta BPOM melakukan pengawasan ketat di pasaran pascapenarikan. Jangan sampai penarikan itu hanya simbolik dan di pasaran masih marak beredar.
Konsumen, kata dia, agar melaporkan ke BPOM dan juga ke YLKI jika di pasaran masih beredar merek-merek sarden dan makarel tersebut. YLKI juga mengkritik keras pernyataan Menteri Kesehatan bahwa cacing dalam sarden dan makarel tidak apa-apa, asal dimasak dahulu.
"Toh cacing banyak mengandung protein. Ini pernyataan (Menkes) yang tidak produktif sebagai seorang pejabat publik yang berkompeten di bidang kesehatan," katanya lagi.
Sebelumnya, BPOM telah meminta pelaku usaha menarik produk-produk ikan dalam saus tomat kemasan kaleng ukuran 425 gram, di antaranya merek Farmerjack nomor izin edar (NIE) BPOM RI ML 543929007175, nomor bets 3502/01106 35 1 356.
Kemudian merek IO, NIE BPOM RI ML 543929070004, nomor bets 370/12 Oktober 2020, dan merek HOKI, NIE BPOM RI ML 543909501660, nomor Bets 3502/01103/-.
BPOM RI juga telah melakukan sampling dan pengujian terhadap produk ikan dalam kaleng lainnya yang beredar di seluruh Indonesia, guna memastikan adanya dugaan cacing dalam ikan kemasan kaleng. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"BPOM jangan hanya melakukan penarikan saja, tetapi harus menginvestigasi secara keseluruhan proses produksinya, baik dari sisi hulu hingga hilir," kata Tulus, di Jakarta, Jumat.
BPOM, kata dia, tidak cukup menarik produk dari pasaran tanpa melakukan langkah-langkah yang lebih komprehensif. Untuk itu, dia mendorong BPOM agar menemukan penyebab kenapa produk sarden dan makarel tersebut sampai terkontaminasi cacing.
YLKI menduga proses produksi dari 27 merek sarden dan makarel itu tidak sehat sekaligus tidak higienis. "Marak produk sarden dan makarel jelas sangat mengkhawatirkan bagi konsumen yang bisa jadi beranggapan bahwa produk sarden dan makarel adalah produk pangan yang tidak aman," katanya lagi.
Dia juga meminta BPOM melakukan pengawasan ketat di pasaran pascapenarikan. Jangan sampai penarikan itu hanya simbolik dan di pasaran masih marak beredar.
Konsumen, kata dia, agar melaporkan ke BPOM dan juga ke YLKI jika di pasaran masih beredar merek-merek sarden dan makarel tersebut. YLKI juga mengkritik keras pernyataan Menteri Kesehatan bahwa cacing dalam sarden dan makarel tidak apa-apa, asal dimasak dahulu.
"Toh cacing banyak mengandung protein. Ini pernyataan (Menkes) yang tidak produktif sebagai seorang pejabat publik yang berkompeten di bidang kesehatan," katanya lagi.
Sebelumnya, BPOM telah meminta pelaku usaha menarik produk-produk ikan dalam saus tomat kemasan kaleng ukuran 425 gram, di antaranya merek Farmerjack nomor izin edar (NIE) BPOM RI ML 543929007175, nomor bets 3502/01106 35 1 356.
Kemudian merek IO, NIE BPOM RI ML 543929070004, nomor bets 370/12 Oktober 2020, dan merek HOKI, NIE BPOM RI ML 543909501660, nomor Bets 3502/01103/-.
BPOM RI juga telah melakukan sampling dan pengujian terhadap produk ikan dalam kaleng lainnya yang beredar di seluruh Indonesia, guna memastikan adanya dugaan cacing dalam ikan kemasan kaleng. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018