Denpasar (Antaranews Bali) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan mampu menekan angka "backlog" atau defisit kebutuhan hunian layak di Indonesia dari 7,6 juta menjadi 2,2 juta tahun 2019.
Direktur Jenderal Penyediaan Rumah Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid di Denpasar, Sabtu, menjelaskan pemerintah akan mengoptimalkan program satu juta rumah dengan mengharapkan dukungan pemerintah daerah.
Khalawi yang hadir saat meresmikan apartemen sewa (rumah susun sewa) pegawai Imigrasi Kelas I Denpasar mengatakan dukungan dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk kemudahan dan percepatan proses perizinan terutama untuk pihak swasta atau pengembang.
Menurut dia, partisipasi pihak swasta melalui pembangunan rumah informal atau rumah yang dibangun oleh pengembang saat ini mencapai sekitar 50 persen.
Sedangkan dari pemerintah, lanjut dia, saat ini baru merealisasikan sekitar 30 persen untuk menutupi "backlog" tersebut bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dengan pemberian subsidi atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Pembangunan rumah informal merupakan salah satu program untuk mewujudkan satu juta rumah selain rumah susun sewa atau rumah formal yang dibangun menggunakan anggaran APBN meski dia mengakui anggaran saat ini jumlahnya terbatas.
"Kebutuhan rumah baru tiap tahun mencapai 800 ribu sedangkan keuangan terbatas," ucapnya.
Kementerian PUPR, lanjut dia, untuk perumahan formal saat ini fokus membangun rusunawa tersebut yang diarahkan menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dibawah 4,5 juta atau pegawai tidak tetap.
Pihaknya menantikan usulan dari kepala daerah baik tingkat satu maupun dua untuk membangunkan rumah salah satunya rumah susun tersebut asalkan terdapat lahan memadai. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Direktur Jenderal Penyediaan Rumah Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid di Denpasar, Sabtu, menjelaskan pemerintah akan mengoptimalkan program satu juta rumah dengan mengharapkan dukungan pemerintah daerah.
Khalawi yang hadir saat meresmikan apartemen sewa (rumah susun sewa) pegawai Imigrasi Kelas I Denpasar mengatakan dukungan dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk kemudahan dan percepatan proses perizinan terutama untuk pihak swasta atau pengembang.
Menurut dia, partisipasi pihak swasta melalui pembangunan rumah informal atau rumah yang dibangun oleh pengembang saat ini mencapai sekitar 50 persen.
Sedangkan dari pemerintah, lanjut dia, saat ini baru merealisasikan sekitar 30 persen untuk menutupi "backlog" tersebut bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dengan pemberian subsidi atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Pembangunan rumah informal merupakan salah satu program untuk mewujudkan satu juta rumah selain rumah susun sewa atau rumah formal yang dibangun menggunakan anggaran APBN meski dia mengakui anggaran saat ini jumlahnya terbatas.
"Kebutuhan rumah baru tiap tahun mencapai 800 ribu sedangkan keuangan terbatas," ucapnya.
Kementerian PUPR, lanjut dia, untuk perumahan formal saat ini fokus membangun rusunawa tersebut yang diarahkan menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dibawah 4,5 juta atau pegawai tidak tetap.
Pihaknya menantikan usulan dari kepala daerah baik tingkat satu maupun dua untuk membangunkan rumah salah satunya rumah susun tersebut asalkan terdapat lahan memadai. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018