Denpasar (Antaranews Bali) - Secara kontur tanah, sejumlah wilayah di Provinsi Bali tampaknya rawan dengan bencana longsor, seperti Tabanan, Gianyar, Buleleng, Badung, Jembrana, Bangli, Klungkung, dan Karangasem.

Hal itu terbukti saat Bali diguyur hujan deras disertai angin kencang dan petir yang terjadi secara merata ke seluruh wilayah Pulau Dewata selama Desember-Februari, maka longsor tanah pun terjadi lagi.

Bahkan, longsor di Kabupaten Tabanan merenggut dua korban jiwa, lalu di Kabupaten Gianyar menewaskan seorang warga. Itu belum termasuk sarana dan prasarana pembangunan mengalami kerusakan.

Sementara tempat lain hanya mengalami kerusakan sarana dan prasarana pembangunan, diantaranya di Tabanan, Gianyar, Buleleng, Badung, dan Jembrana.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gianyar, Anak Agung Gede Oka Dighaya, bersama masyarakat Lingkungan Roban, Kelurahan Bitera, Kecamatan Gianyar melakukan evakuasi terhadap korban I Wayan Suaska (48) yang tewas.

Korban tewas akibat tertimbun material beton saat melakukan kerja bakti (ngayah) di areal Pura Bukit, Lingkungan Roban, Kelurahan Bitera, Kabupaten Gianyar, 5 Februari lalu.

Saat itu, sekitar 80 orang warga setempat sedang menggelar kerja bakti memperbaiki tempat suci, namun secara tiba-tiba senderan yang terbuat dari batu dan beton setinggi 10 meter tiba-tiba ambruk, sehingga mengakibatkan seorang korban meninggal dunia dan seorang lainnya mengalami luka-luka.

Proses evakuasi jasad korban I Wayan Suaska berjalan alot sekitar 2,5 jam, karena tertimbun material beton dan batu senderan yang sudah dibangun cukup lama. Untuk korban I Made Runda (51) yang mengalami luka-luka langsung dilarikan ke rumah sakit setempat hingga diperbolehkan pulang.

Di Tabanan, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Tabanan I Gusti Ngurah Made Sucita menjelaskan evakuasi terhadap dua korban tewas akibat tertimbun tanah longsor di Dusun Bukit Catu Desa Candikuning, 45 km utara Denpasar (23/1) dilakukan tim gabungan dari sejumlah instansi di daerahnya.

Kedua korban yang meninggal di tempat kejadian perkara (TKP) adalah suami-istri yakni Mistari (43) dan Mirniati (41), yang berasal dari Dusun Durin Desa Gondosuli, Kecamatan Pakuniran, Probolinggo, Jawa Timur. Kedua korban yang sehari-hari bekerja sebagai buruh sayur itu tertimbun longsoran tanah.

Rumah bedeng yang ditempati korban tertimbun sebagian longsoran tanah dengan ketinggian sekitar 5 meter dan lebar 4 meter. Tanah longsor itu diduga terjadi karena dipicu curah hujan yang tinggi mengguyur hampir seluruh wilayah di Bali sehingga mengakibatkan kontur tanah tidak stabil.

Mengetahui warganya menjadi korban bencana alam, Bupati Tabanan, Bali Ni Putu Eka Wiryastuti memberikan bantuan dana sebesar Rp10 juta kepada ahli waris pasangan suami-istri Mistari (43) dan Mirniati (41) sebagai bentuk kepedulian terhadap warga yang berkena musibah.

"Ini sebagai wujud kepedulian Ibu Bupati Tabanan terhadap warga yang terkena musibah. Semoga bantuan ini bisa meringankan biaya pemulangan, dan penguburan di Jawa," ujar Kepala BPBD Tabanan I Gusti Ngurah Made Sucita yang menyerahkan bantuan itu kepada ahli waris.

Ahmad Fauzi, salah seorang anak dari kedua korban mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada pemerintah Kabupaten Tabanan, khususnya Bupati Eka karena kepeduliannya atas musibah yang menimpa orang tuanya.

"Terima kasih ibu Bupati Tabanan, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Tentu ini akan sangat membantu kami, meringankan beban dalam proses pemulangan hingga penguburan orang tua kami di Jawa," ujar Ahmad Fauzi.



Minimalkan Korban-Kerugian

Lain halnya di Kabupaten Jembrana yang mengalami kerusakan sarana dan prasarana. Masyarakat yang tinggal di wilayah Pegunungan Kabupaten Jembrana, Bali juga terancam tanah longsor akibat hujan deras yang terjadi akhir-akhir ini.

Contohnya, rumah dan dapur milik Dewa Ketut Widarmada, warga Dusun Masean, Desa Batu Agung, Kecamatan Jembrana, yang terancam roboh setelah tanggul bangunan di ketinggian itu mengalami keretakan.

Istri korban, Ni Wayan Yardani, menjelaskan tanggul penahan tersebut mulai retak awal bulan Februari 2017, yang menyebabkan beberapa bagian tanah di atasnya amblas. Untuk itu, ia dengan dibantu warga lainnya memotong pipa saluran air yang berada di bawah tanggul tersebut.

Namun, karena hujan terus menggguyur, retakan tanah cukup panjang sekitar 25 meter juga terlihat di tanggul yang dibangun tiga tahun lalu. Jika tanggul tersebut roboh, rumah, bangunan suci dan dapur terancam ikut roboh, ujarnya.

Selain Jembrana, Kabupaten Buleleng, Bali Utara, justru mengalami kerusakan sarana dan prasarana dengan skala yang lebih besar yakni jebolnya Bendungan Titab Ularan pada Selasa (6/2) yang mengakibatkan kerusakan pada bagian dindingnya.

Untuk itu, anggota DPRD Provinsi Bali Nyoman Tirtawan mengharapkan pemerintah segera memperbaiki Bendungan yang dibangun dengan dana pemerintah pusat itu dan segera dapat berfungsi dengan baik yakni mengairi sawah yang ada di Bali utara.

Apalagi, bendungan tersebut seluas 64 hektare dengan debit air sekitar 12 juta meter kubik, sempat membuat warga di sekitar waduk itu mengalami kepanikan dan khawatir akan diterjang air bah jika dinding bendungan itu jebol.

Selain itu, fungsi strategins bendungan yang berlokasi di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng itu yang sejak diisi air pada 13 Desember 2015 mampu menampung air sebanyak 12 juta meter kubik dengan kedalaman mencapai 60 meter.

Tidak hanya itu, nilai kerugian akibat bencana alam itu juga cukup besar. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Badung Ni Nyoman Ermy Setiari menghitung kerugian akibat banjir, pohon tumbang dan tanah longsor yang merusak infrastruktur dan permukiman bisa mencapai Rp3,2 miliar.

Kerugian material tersebut dihitung berdasarkan rekapitulasi kejadian sejak awal Januari tahun 2018 yang tersebar pada 62 titik kejadian yakni bencana pohon tumbang 17 titik, banjir sepuluh titik, tanah longsor 15 titik, kebakaran sembilan titik, senderan jebol lima titik, dan tembok rumah longsor tiga titik.

Hasil pemetaan yang dilakukan BPBD Badung, wilayah Badung Utara meliputi Kecamatan Petang dan Abiansemal sangat rentan terjadi bencana alam, karena berada di wilayah dataran tinggi atau pengunungan sehingga rawan terjadi tanah longsor.

Mengantisipasi korban jiwa dan kerugian yang lebih besar itu, BPBD Badung telah menyiapkan tim reaksi cepat (TRC) untuk mengamati semua kejadian guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Langkah ceoat dengan menyiapkan TRC juga dilakukan Kabupaten Gianyar. "BPBD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Bali telah melakukan antisipasi dengan menyiapkan tim reaksi cepat (TRC)," tutur Kepala BPBD Kabupaten Gianyar, Anak Agung Gede Oka Dighaya.

Menurut Anak Agung Gede Oka Dighaya, TRC BPBD Gianyar juga sigap menangani longsor yang menutupi jalan di Desa Tegalalang, Kecamatan Payangan, sehari sesudahnya atau 6 Februari.

Upaya membersikan lalu lintas dari material longsoran itu melibatkan masyarakat sehingga cepat kembali normal, apalagi dibantu polisi dan beberapa anggota Tagana (Taruna Siaga Bencana).

BPBD Kabupaten Gianyar pun dengan cepat dan sigap mengatasi sepuluh titik longsor yang disertai pohon tumbang di tiga kecamatan yakni Tegalalang, Payangan dan Tampak Siring.

Oleh sebab itu, masyarakat Bali dengan kontur tanah yang naik-turun agaknya perlu didukung peningkatan kewaspadaan masyarakat dan kesiapsiagaan TRC, sehingga korban jiwa tidak perlu terjadi dan tentunya kerugian material juga akan dapat ditekan. (ed)

Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018