Denpasar (Antaranews Bali) - Otoritas Jasa Keuangan melarang lembaga jasa keuangan di Bali terlibat memanfaatkan dan memasarkan mata uang digital atau "bitcoin" karena tidak memiliki legalitas dari Bank Indonesia.

"Karena itu berisiko tinggi, maka lembaga keuangan yang diatur oleh OJK, dilarang terlibat dengan bitcoin," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Senin.

Menurut Hizbullah, lembaga jasa keuangan seperti di antaranya perbankan apabila terlibat sampai ikut memperjualbelikan bitcoin tersebut, maka lembaga jasa keuangan itu akan diberikan sanksi. "Sanksi tergantung kesalahannya bisa berat bisa ringan," ucap Hizbullah.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada laporan atau temuan bahwa lembaga jasa keuangan khususnya yang beroperasi di Bali terlibat dalam sistem mata uang digital tersebut.

OJK, lanjut dia, tidak memiliki kewenangan terkait bitcoin tersebut karena otoritas jasa keuangan mengawasi tindak tanduk lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi hingga, lembaga pembiayaan.

Hizbullah menambahkan Bitcoin tidak memiliki dasar yang kuat sebagai mata uang, tidak seperti mata uang Rupiah yang merupakan mata uang sah sebagai sistem pembayaran di Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Begitu juga dengan mata uang sah negara lain seperti dolar AS yang diterbitkan oleh bank sentral AS, the Fed, Yen dari Jepang, Euro dari Uni Eropa dan mata uang sah lainnya.

Selain itu bitcoin, lanjut dia, tidak ada penanggungjawabnya, nilai berfluktuatif yang tidak wajar dan pelaku yang melakukan transaksi juga tidak jelas.

Sebelumnya Bank Indonesia telah melarang penggunaan bitcoin karena tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. (WDY)

Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Dewa Sudiarta Wiguna


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018