Denpasar (Antaranews Bali) - Pilkada Bali hampir dipastikan hanya akan diikuti dua pasangan calon yang diusung oleh partai politik.

Penetapan peserta Pilkada Bali akan dilakukan KPU Provinsi Bali pada 12 Februari mendatang, yang dilanjutkan dengan pengundian nomor urut pada keesokan harinya (13/2).

Dua pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wagub Bali I Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (KBS-Ace) dan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) telah mendaftarkan diri ke KPU Bali pada 8 dan 9 Januari.

Kedua pasangan sama-sama diantar oleh ribuan pendukung untuk mendaftar dengan diiringi berbagai atraksi budaya.

Pasangan Ketua DPD PDIP Bali Wayan Koster- Ketua PHRI Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (KBS-Ace) itu diusung oleh empat parpol peraih kursi di DPRD Bali, yakni PDIP, Hanura, PAN, dan serta PKPI dengan total dukungan 27 kursi, juga, PKB dan PPP.

Rivalnya, pasangan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-Wagub Bali Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) diusung oleh empat partai peraih kursi di DPRD Bali, yakni Golkar, Gerindra, Demokrat dan Nasdem dengan total 28 kursi. Selain itu juga didukung oleh PKS, PBB, dan Perindo.

Untuk pencalonan dari partai politik atau gabungan parpol, yang boleh mendaftar adalah memperoleh paling sedikit 20 persen kursi dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu terakhir. Jika mengacu pada total jumlah 55 kursi di DPRD Bali, maka 20 persen dari total kursi adalah 11 kursi.

Adapun perolehan kursi di DPRD Bali berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2014, yakni Partai Nasdem (2), PDIP (24), Golkar (11), Gerindra (7), Demokrat (8), PAN (1), Hanura (1), dan PKPI (1).

Hingga kini, para calon pemimpin Bali untuk lima tahun ke depan itu sudah menjalani sejumlah pemeriksaan jasmani (berupa pemeriksaan kesehatan dan bebas narkoba) serta pemeriksaan rohani dengan tes psikologi.

Namun, kesimpulan dari hasil pemeriksaan itu baru akan disampaikan dalam beberapa hari ke depan.

Demikian juga dengan sejumlah berkas atau dokumen pencalonan dan syarat calon telah diserahkan pada saat pendaftaran yang dinyatakan oleh KPU Bali telah memenuhi sejumlah ketentuan seperti yang diatur dalam berbagai regulasi kepemiluan.

"Tetapi selanjutnya masih perlu dilakukan verifikasi untuk membuktikan keabsahannya. Selain itu, terkait dengan syarat calon jika nanti setelah diverifikasi masih ada yang belum memenuhi syarat, masih ada masa perbaikan dari 18-20 Januari 2018," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

Menang Elegan

Bakal Calon Gubernur Bali I Wayan Koster menargetkan dalam pencoblosan 27 Juni 2018 dapat meraih suara kemenangan hingga 70 persen. Ia optimistis target tersebut bisa dicapai berbekal perolehan suara parpol pendukung pada Pemilu 2014.

"Tidak ada daerah yang berat, cuma harus bekerja keras saja," ucap Koster yang juga anggota Komisi X DPR RI itu.

Sedangkan I Nyoman Giri Prasta, Ketua Tim Pemenangan KBS-Ace bahkan menyampaikan siap menjadi garansi untuk kemenangan calon tersebut.

Giri Prasta yang juga Bupati Badung itu optimistis mencapai target tersebut, disesuaikan pula dengan tema yang diangkat "Sura Dira Jayengrat" yang artinya ksatria hebat pemimpin jagat.

Lain lagi dengan Bakal Calon Gubernur Bali Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menargetkan dapat memenangi Pilkada 2018 dengan perolehan suara di atas 60 persen.

"Mudah-mudahan kita bisa menang, mungkin mudah-mudahan bisa di atas 60 persen," kata Rai Mantra usai mendaftar di KPU Bali.

Menurut Rai Mantra, proses lahirnya paket "Mantra-Kerta" bukanlah proses yang mudah, tetapi melalui jalan yang berbelit dan rumit. Pada Pilkada Bali 2018, Rai Mantra mengusung visi "Nawa Candra".

Nawa berarti sembilan yang merupakan perwujudan dari sembilan kabupaten/kota di Bali, sedangkan Candra berarti bulan yang diharapkan dapat menerangi dari kegelapan.

"Intinya, kita harus membangun pemerataan di sembilan kabupaten/kota supaya bisa maju bersama," ujarnya.

Siapapun pasangan yang akan menang pada Pilkada Bali kali ini, Gubernur Bali Made Mangku Pastika berpesan agar pasangan calon kepala daerah itu dapat memenangkan perhelatan politik itu dengan elegan dan bermartabat.

Selain itu, tiga hal yang tidak boleh dilakukan, kata dia, adalah politik uang, kekerasan dan kampanye hitam.

Oleh karena itu, Pastika yang mantan Kapolda Bali itu berpesan kepada KPU agar menjamin tahapan Pilkada Bali berjalan damai, aman, dan fair, sebab ketika tidak fair maka berpotensi menimbulkan kekacauan.

Ia berpandangan daerah setempat sangat memerlukan stabilitas politik demi keberlangsungan kehidupan pariwisata dan ketenangan hidup masyarakat. Jangan hanya karena pilkada, beda pilihan, bisa menyebabkan perpecahan dan putusnya "menyama braya" (persaudaraan).

"Kita harus bisa tunjukkan kepada dunia walaupun di sini ada hajatan politik yang mungkin di tempat lain panas, di sini sejuk dan happy-happy saja," katanya.

Baca Juga: Pilkada dan Hoaks

Jaga Netralitas

Saat ini, memang tahapan kampanye Pilkada Bali 2018 belum dimulai. KPU Bali menjadwalkan masa kampanye akan dimulai pada pertengahan Februari 2018.

Meskipun demikian, Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali mengingatkan agar aparatur sipil negara dan kepala desa beserta jajarannya di daerah itu untuk menjaga netralitas dalam tahapan pelaksanaan Pilkada 2018.

Apalagi sejumlah calon yang akan bertarung tersebut, saat ini masih berstatus sebagai pejabat publik dan juga calon petahana.

"Netralitas ASN harus tetap terjaga sebelum, selama, dan sesudah tahapan Pilkada 2018 dan juga Pemilu 2019," kata Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Rudia.

Oleh karena itu, pihaknya secara tegas meminta kepala daerah, pimpinan/anggota legislatif yang menjadi pengurus parpol, tim kampanye, atau sebutan lainnya untuk tidak menggunakan jabatannya melibatkan ASN maupun mengarahkan program kegiatan yang bersumber dari APBN dan atau APBD untuk kepentingan kelompok dalam Pilkada 2018.

Netral itu dalam artian ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepentingan siapapun.

Berdasarkan pasal 87 UU Nomor 5 Tahun 2014, ASN dapat diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan pengurus parpol.

Rudia mengingatkan kembali mengenai netralitas ASN karena seringkali ada tren pelibatan atau dilibatkannya ASN dalam arus dinamika politik praktis oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu.

Demikian juga tak jarang ada kecenderungan pelibatan kepala desa/perbekel dan perangkat desa seperti Sekdes, kepala dusun/kepala lingkungan untuk kepentingan politik praktis.

Dalam UU Desa dicantumkan bahwa kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota, keluarga, pihak lain dan atau golongan tertentu.

Kepala desa juga dilarang menjadi pengurus parpol dan ikut serta dan/atau terlibat kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

Pemerintah desa itu tidak hanya kepala desa/perbekel. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kepala dusun, rukun tetangga, rukun warga dan sebutan lainnya.

Sama dengan ASN, kepala desa dan perangkat desa, dilarang melakukan kegiatan politik praktis dari sebelum, selama, dan sesudah tahapan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

"Kami bersama jajaran Panwaslu Kabupaten/Kota se-Bali akan bertindak tegas berdasarkan kewenangan terhadap ASN, kepala desa dan perangkat desa, maupun aparatur birokrasi lainnya yang terbukti melakukan berbagai kegiatan politik praktis," ucap Rudia. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018