Denpasar (Antara Bali) - Garapan kolaborasi bertajuk "Nemu Gelang" akan mengakhiri pelaksanaan pentas Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya (BMN) 2017 yang telah berlangsung selama hampir setahun di Taman Budaya Denpasar.

"Kolaborasi ini akan berbentuk kolosal dengan menghadirkan seniman-seniman muda pilihan untuk menerjermahkan konsep sebuah seni pertunjukan yang atraktif dan inovatif," kata konseptor garapan Nemu Gelang, Kadek Wahyudita, di Denpasar, Kamis.

Ia menambahkan narasi karya yang ingin disampaikan lewat garapan yang akan dipentaskan pada penutupan BMN 2017 pada Sabtu (9/12) di Taman Budaya Denpasar ini adalah sebuah "replay" pagelaran Bali Mandara Nawanatya selama setahun yang melibatkan anak-anak hingga komunitas muda kreatif.

"Berpijak dari esensi Nemu Gelang inilah, kami dari Rumah Budaya Penggak Men Mersi mencoba membuat sebuah karya seni pertunjukan kolaborasi yang melibatkan seniman lintas generasi," ujarnya.

Menurut dia, Nemu Gelang juga merupakan sebuah bahasa kiasan masyarakat Bali untuk menyatakan telah bertemu atau sesuatu telah mencapai keharmonisan.

Dalam garapan Nemu Gelang ini, Penggak Men Mersi berkolaborasi dengan empat komposer andal lintas generasi. Seniman tersebut diantaranya, Gung Bona Alit dengan Sanggar Bona alitnya yang telah berhasil memadukan elemen musik tradisi Nusantara dan dunia menjadi sebuah garapan "world music" dengan nafas Balinya.

Selanjutnya, I Ketut Lanus dengan Sanggar Cahya Artsuka telah memiliki karakter menghadirkan gamelan Bali yang dikolaborasikan dengan kendang Sunda. Ary Wijaya lewat sanggar Palawara yang menghadirkan suasana-suasana baru dalam hal karya kontemporer namun tetap berpijak pada elemen tradisi.

Yang terakhir, perwakilan jiwa muda yang kini tengah naik daun diungkapkan oleh I Wayan Sudiarsa (Pacet) dengan gamelan Singapraga yang memiliki karakter yang khas.

"Jadi dalam garapan ini kami melibatkan sekitar 100 seniman termasuk pemusik dan penari. Selain itu kami juga melibatkan Eka Laksmi dengan anak asuhnya di Naraswari Dance Creator," ujar Wahyudita yang juga Kelian Penggak Men Mersi itu.

Selain garapan "Nemu Gelang", penutupan Bali Mandara Nawanatya akan diawali dengan sebuah tari inovatif dengan judul Tari Niti Sastra.

Tari yang dikoreograferi Wawan Gusman Adi Gunawan dari Komunitas Gumiart dan dibawakan oleh Rare Penggak ini memadukan beberapa elemen seni tradisi, baik gerak maupun gamelan menjadi sebuah karya kontemporer.

"Tari ini melibatkan sekitar 30 orang penari. Niti Sastra adalah pengetahuan tentang moral dan politik kepemimpinan. Di dalam Niti sastra terangkum berbagai tuntunan moral dan etika untuk para pemimpin. Salah satu pengetahuan kepemimpinan yang sering dijadikan pedoman oleh para pemimpin dalam memimpin rakyatnya adalah filsafat tentang Panca Pandawa," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengatakan dengan sejumlah garapan tersebut akan menjadikan penutupan BMN benar-benar menarik dan lain daripada yang lain.

"Apalagi ini melibatkan lintas generasi dan tidak terlalu terikat protokoler resmi, dengan berbagai pementasan yang atraktif. Nanti BMN akan ditutup oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika," ujarnya.

Budayawan Prof I Wayan Dibia yang sempat hadir meninjau persiapan latihan garapan Nemu Gelang mengaku bangga melihat semangat para seniman. Apalagi sebagai sajian sebuah penutupan, garapan ini menjadikan agenda Bali Mandara Nawanatya lebih berwarna.

"Kolaboratif di sini bukan dinilai dari musiknya yang beraneka ragam saja dengan konsep satu otak, melainkan kolaborasi itu menghadirkan dua atau lebih konseptor yang berbeda," ujarnya.

Mereka para seniman, lanjut dia, bertemu dan menghasilkan dalam olahan karya cita rasa berbeda dalam kebersamaan, ini akan menjadi garapan yang menurutnya akan menghasilkan ciptaan yang beda. (*)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017