Denpasar (Antara Bali) - Jajaran DPRD Provinsi Bali mendesak Kepolisian daerah setempat agar menindak sesuai dengan prosedur hukum kasus Tari Joged Bumbung yang dipentaskan dengan menampilkan unsur pornoaksi pada sebuah acara amal di Desa Les, Kabupaten Buleleng.

"Biar ada `shock therapy` karena Joged porno itu dahsyat juga pengaruhnya, sehingga kepolisian kami harapkan bisa tegas," kata Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali Nyoman Parta saat memimpin rapat kerja dengan sejumlah pihak terkait, di Denpasar, Senin.

Menurut dia, sesungguhnya berbagai upaya untuk mencegah maraknya Joged yang dibawakan secara "jaruh" atau porno itu sudah lengkap, namun pelaksanaannya di lapangan tidak efektif.

"Sebelumnya, kami sudah mendesak Bapak Gubernur untuk membuat edaran, tetapi nyatanya tidak mempan. Orang Bali memandang ini (Joged jaruh) seakan sebagai suatu yang biasa saja, sehingga terjadi proses pembiaran," ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut Parta, dengan adanya tindakan tegas tersebut, maka kasus kesenian daerah yang dibawakan secara seronok itu ke depannya tidak terulang lagi. "Jangan sampai orang Bali menghancurkan budayanya sendiri," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Pihaknya juga berencana ke Kementerian Komunikasi dan Informatika agar bisa menutup akses yang berisikan konten Joged porno.

Sementara itu Kepala Subdit Kriminal Khusus Polda Bali AKBP Nyoman Resa mengatakan jajaran Polres Buleleng sudah melakukan upaya maksimal melakukan penyidikan kasus itu.

"Kami berterima kasih atas masukannya, ini sebagai bentuk kajian kami ke depan, sebagai introspeksi diri. Kami sudah melakukan langkah-langkah hukum," ucapnya.

Terkait dengan dasar hukum yang bisa dikenakan, ujar Resa, bisa dikaji dari KUHP, UU ITE dan UU Pornografi. Yang terkena jerat hukum itu bisa penarinya, panitia penyelenggara hingga pengunggah video ke media sosial.

Sementara itu, budayawan Prof Dr I Wayan Dibia mengatakan persoalan Joged porno tersebut harusnya disikapi secara serius. Bahkan perlu diadakan sosialisasi kembali ke daerah-daerah tentang pakem-pakem Joged Bumbung yang sebenarnya.

Jika salah satu tari pergaulan dari Bali yang dibawakan secara seronok selalu diterima, maka dikhawatirkan akan menyebar pada kesenian lainnya.

Guru besar ISI Denpasar itu juga sangat menyayangkan mengapa pemerintah desa menerima pertunjukkan seronok seperti itu.

Hal senada disampaikan budayawan Prof Dr I Made Bandem yang menyatakan bahwa pada kasus pertunjukan Joged porno itu telah melanggar etika dan estetika kesenian Bali.

Dia pun tidak keberatan untuk menjadi saksi ahli jika dibutuhkan oleh kepolisian terkait penindakan kasus tersebut. "Yang jelas, tidak kurang saksi ahli yang dapat menjelaskan terkait apa yang dilanggar," kata Bandem. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017