Denpasar, 29/10 (Antara) - Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, yang selama 37 hari, sejak 22 September 2017, menyandang status Awas (level IV), mulai Minggu (29/10) petang diturunkan setingkat menjadi Siaga (level III).

Perubahan status itu didasarkan atas hasil pengamatan, yakni aktivitas kegempaan menurun drastis selama sembilan hari terakhir, sejak 21 Oktober, manifestasi permukaan (kawah) mengalami hal yang sama serta asap mulai berkurang sesuai hasil verifikasi "drone".

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM Kasbani mengatakan meskipun statusnya turun menjadi Siaga, seluruh area di dalam radius enam kilometer dari kawah puncak Gunung Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah utara-timur laut dan tenggara-selatan-barat daya sejauh 7,5 km, tidak boleh ada aktivitas masyarakat.

Meskipun status aktivitas Gunung Agung yang tingginya 3.142 meter di atas permukaan laut itu, telah diturunkan ke level III (Siaga), perlu dipahami bersama bahwa aktivitas vulkanik gunung tertinggi di Pulau Dewata itu belum mereda sepenuhnya dan masih memiliki potensi untuk meletus.

Oleh sebab itu, daerah yang terdampak di dalam radius 6-7,5 km, antara lain Dusun Belong, Pucang, dan Pengalusan (Desa Ban), Dusun Badeg Kelodan, Badeg Tengah, Badegdukuh, Telunbuana, Pura, Lebih, dan Sogra (Desa Sebudi), Dusun Kesimpar, Kidulingkreteg, Putung, Temukus, Besakih dan Jugul (Desa Besakih), Dusun Bukitpaon dan Tanaharon (Desa Buana Giri), Dusun Yehkori, Untalan, Galih dan Pesagi (Desa Jungutan), dan sebagian wilayah Desa Dukuh, adalah daerah yang berbahaya.

Masyarakat yang berasal dari keenam desa itu masih harus berada di pengungsian, sementara 22 desa lainnya masih dievaluasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, tutur Kepala BPBD Bali Dewa Made Indra.

Keenam desa tersebut dihuni sekitar 47.700 jiwa dari jumlah pengungsi 133.457 jiwa tersebar di 385 titik. Dengan demikian, sebagian besar pengungsi boleh pulang.

Hal itu tentu disambut dengan gembira oleh masyarakat yang pada Rabu (1/11) akan merayakan Hari Raya Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan).

BPBD Bali segera melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah di Pulau Dewata terkait dengan pemulangan pengungsi ke zona aman. BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, SKPD, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat telah menyediakan kendaraan di pos pengungsian untuk mengangkut pengungsi pulang ke rumah masing-masing.

Walaupun status Gunung Agung sudah diturunkan menjadi Siaga, status keadaan darurat penanganan pengungsi Gunung Agung yang ditetapkan Gubernur Bali, tetap berlaku, yaitu 27 Oktober hingga 9 November 2017.

Penyataan keadaan darurat itu diperlukan sebagai dasar bagi kemudahan akses penanganan pen11gungsi.

Masyarakat di sekitar Gunung Agung diimbau tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaannya. Jangan terpancing pada berita-berita yang menyesatkan.



Kerugian

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan selama Gunung Agung berstatus Awas, diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp1,5 triliun hingga Rp2 triliun.

Kerugian sangat besar menyangkut sektor perbankan, yakni adanya kredit macet dari masyarakat yang terdampak bencana mencapai Rp1,05 triliun, kerugian sektor pariwisata Rp264 miliar, hilangnya pekerjaan para pengungsi Rp204,5 miliar.

Selain itu, kerugian dari sektor pertanian, peternakan, dan kerajinan diperkirakan Rp100 miliar, akibat berhentinya aktivitas pembangunan, pertambangan, dan kerugian di sektor lainnya mencapai Rp200 miliar hingga Rp500 miliar.

Kabupaten Karangasem terutama di sekitar lereng Gunung Agung selama ini dikenal sebagai pemasok pasir, batu hitam, dan kerikil untuk kebutuhan pembangunan di sembilan kabupaten/kota di Bali.

Bahan material pembangunan yang sangat banyak itu merupakan muntahan larva gunung yang meletus pada 1963 atau 54 tahun yang silam.

Bahkan Pemkab Karangasem kehilangan pendapatan mencapai Rp1 triliun dan terancam habis seperti retribusi dari Galian C di zona rawan bencana.

Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri mengatakan Galian C berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah, karena kegiatan penambangan pasir, kerikil, dan batu hitam berhenti total sejak Gunung Agung berstatus Awas.

Demikian pula pemasukan dari sektor pariwisata nyaris tidak ada karena seluruh wisatawan mengurungkan niatnya berkunjung ke Karangasem.

Tahun ini disebutnya bahwa pendapatan benar-benar "zero"`.

"Mudah-mudahan Gunung Agung tidak meletus," harap I Gusti Ayu Sumatri, perempuan pertama yang menjadi bupati di daerah itu.



Pengaruhi proyek

Dengan status Gunung Agung dalam kondisi darurat, membuat aktivitas penambangan di sumber Galian C di kawasan itu untuk sementara ditutup.

Sebagian besar lokasi penambangan itu di kawasan rawan bencana. Penutupan berpengaruh terhadap pelaksanaan proyek pemerintah maupun yang digarap pihak swasta, termasuk pembangunan rumah pribadi di kabupaten dan kota lainnya di Bali.

Wakil Bupati Klungkung Made Kasta yang meninjau sejumlah pelaksanaan proyek pembangunan mengkhawatirkan tentang keterlambatan itu sebagai akibat terjadinya kelangkaan material pasir, kerikil, serta harganya meningkat seratus persen.

Meskipun demikian, ia mengharapkan kontraktor bisa menyelesaikan proyek-proyek fisik itu tepat waktu, dengan tetap memperhatikan kualitas pekerjaan, terutama proyek peningkatan Jalan Antasari, Kecamatan Klungkung.

Demikian pula, ia mengimbau kontraktor untuk melakukan perbaikan sejumlah saluran air serta pembuatan lantai pada got serta perbaikan trotoar di Jalan Gunung Batur Semarapura Kangin yang pengerjaannya baru berjalan 60 persen.

Sementara proyek peningkatan Jalan Besan-Bukit Abah, Kecamatan Dawan, juga mengalami hal serupa, yakni keterbatasan bahan material. Proyek yang dikerjakan sekitar delapan persen itu baru menyelesaikan pekerjaan drainase, sedangkan untuk pekerjaan jalan belum dimulai akibat kelangkaan material pasir.

Selain mengalami keterbatasan pasokan bahan material, keterlambatan pengerjaan proyek juga akibat keterbatasan tenaga kerja.

Menghadapi kenyataan tersebut Wabup Made Kasta mengimbau kontraktor pelaksana, yaitu CV Anugrah Tuhan, untuk segera melakukan penambahan tenaga kerja sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu.

Namun situasi berbeda tampak pada proyek pemeliharaan jalan di Dusun Kanginan, Desa Besan, Kecamatan Dawan, di mana proyek ini sudah selesai 100 persen dan tepat waktu.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi C DPRD Jembrana Ida Bagus Susrama, bahwa pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai APBD setempat terpengaruh status Awas Gunung Agung, yang menyebabkan kelangkaan pasir.

Selama ini, suplai pasir paling besar berasal dari Kabupaten Karangasem. Otomatis dengan Gunung Agung status Awas, pasokan pasir menjadi berkurang bahkan langka.

Oleh karena rekanan kesulitan untuk mendapatkan pasir, berdampak terhadap waktu pengerjaan proyek yang kemungkinan besar molor dari jadwal awal.

Oleh sebab itu, sejumlah asosiasi yang menaungi pemborong mengajukan surat ke Pemkab Jembrana untuk memohon perpanjangan waktu pengerjaan proyek.

Meskipun di Kabupaten Jembrana ada beberapa tambang pasir, persediaannya tidak mampu mencukupi kebutuhan karena pembangunan infrastruktur membutuhkan pasir yang banyak.

Hal itu dibenarkan Hajah Nurida, salah seorang rekanan. Terjadinya kelangkaan pasir yang disertai dengan harga yang melambung tinggi, telah menyulitkan pemborong dalam pelaksanaan proyek pembangunan. ***4***



(L.KR-BGS*I006/B/M029/M029) 29-10-2017 19:04:35

Pewarta: Pewarta : IMB Andi Purnomo dan IK Sutika

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017