Jakarta (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo mengaku merasakan waktu tiga tahun pemerintahannya berlalu begitu cepat banget, karena terbawa ritme kerja yang menurut dia tak pernah mengenal waktu.

"Kalau orang bilang cepat banget, sangat cepat sekali, apalagi kita apa, terbawa arus kerja, yang apa ya, yang enggak kenal waktu semuanya, tahu-tahu sudah tiga tahun," kata Presiden Jokowi dalam wawancara khusus dengan LKBN Antara menyambut tiga tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Istana Merdeka, Jakarta, Senin.

Ritme kerja Presiden Jokowi memang begitu padat dengan kerapnya melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah untuk meninjau langsung proyek-proyek infrastruktur, selain untuk memastikan sejumlah program kerja berjalan dan diterapkan sesuai target dan sasaran.

Dalam tiga tahun, Presiden juga merasakan mulai melihat sejumlah proyek infrastruktur mulai mendekati rampung bahkan keseluruhan program dalam tiga tahun pemerintahannya ia yakini sudah akan mencapai 60 persen atau dua pertiga dari target.

"Ya kalau melihat, kalau melihat sisi kayak infrastruktur, itu ya sudah mendekati ke-60 (persen) nanti akan kelihatan ya akhir tahun ini berapa jalan yang sudah selesai atau paling kelihatan sekali ya tahun depan akan kelihatan sekali," kata mantan Gubernur DKI tersebut.

Indonesia Sentris
Di tahun ini sebagai tahun percepatan, Presiden mengatakan proses yang telah berjalan sejatinya untuk mengubah paradigma pembangunan yang semula cenderung Jawa Sentris menjadi Indonesia Sentris.

Ia mencontohkan proyek infrastruktur yang tersebar banyak di berbagai daerah, misalnya di Kalimantan ada 24 proyek infrastruktur, di Sulawesi ada 27, kemudian di Maluku dan Papua ada sekitar 13 proyek baik berupa bendungan, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, dan berbagai proyek lain.

Presiden Jokowi meyakini proyek-proyek itu baru akan terlihat dan dirasakan hasilnya terutama pada tahun depan yang sekaligus berarti pemerataan pembangunan mulai terjadi.

"Kelihatan sekali tahun depan, artinya pemerataan pembangunan akan mulai kelihatan, mungkin tahun depan ya 80 persen," katanya.

Hambatan yang paling dirasakan, menurut Kepala Negara, masih seputar persoalan di lapangan termasuk masalah pembebasan lahan meskipun tidak sebanyak pada tahun pertama.

"Kedua terlalu banyaknya regulasi, terlalu banyak peraturan, entah UU, entah PP, entah Perpres, entah Permen, entah Perda, entah Pergub, entah Perwali, entah Perbupati itu yang ruwet sehingga birokrasi kita tidak bisa bergerak cepat," katanya.

Peraturan itu dinilainya ada yang tumpah tindih dan lain-lain, padahal pada intinya Presiden ingin agar regulasi justru bisa mempercepat dan mempermudah orang untuk melakukan sesuatu, cepat memutuskan, dan cepat bertindak.

"Karena perubahan global kan cepat sekali. Kalau kita tidak bisa mengikuti perubahan seperti itu gara-gara peraturan yang kita buat sendiri kan lucu sekali," kata Presiden.

Pembangunan SDM jadi Fondasi
Menurut Presiden, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi fondasi pembangunan ekonomi yang saat ini sedang digalakkan pemerintah.

"Kalau kita maju hanya konsolidasi ekonomi hanya mau stabilisasi ekonomi kita senang, tapi fondasi tidak akan pernah kita bangun, dan tembok tidak akan pernah kita selesaikan. Menurut saya kita harus bergerak ke tempat lain, bergerak ke pembangunan sumber daya manusia," katanya.

Pembangunan SDM itu yang kemudian menentukan visi pembangunan itu sendiri. "Ini membangun rumah kan baru membuat fondasinya, terus temboknya ini kan juga harus dibangun. Kadang-kadang memang sakit, kadang memang pahit karena masih kehujanan, atapnya belum (jadi) kok, tapi itu harus kita yakini bahwa kita menuju ke sebuah rumah yang baik dengan atap yang baik sehingga kita tidak kepanasan dan kehujanan. Kita harus ke arah bagaimana infrastruktur menjadi modal untuk berdaya saing," tambahnya.

Untuk membangun SDM berkualitas itu, Presiden juga menilai kebutuhan untuk membuka sekolah-sekolah kejuruan dan universitas-universitas yang memiliki fakultas dengan inovasi tertentu.

"Babak kedua adalah secara besar-besaran pembangunan SDM 'vocasional training', sekolah vokasi politeknik kemudian universitas-universitas fakultasi inovasi. Semua ada fakultas digital ekonomi, fakultas manajemen logistik, fakultas manajemen toko 'online', arahnya ke depan semuanya," ungkap Presiden.

Selain mendirikan sekolah, Presiden tidak lupa untuk memperhatikan kebutuhan gizi anak-anak khususnya di daerah.

"Coba dilihat kenapa saya tiap ke daerah selalu membagikan makanan tambahan, pernah ikut berapa puluh kali? Saya sendiri membagikan makanan tambahan itu arahnya ke gizi bagi ibu hamil dan balita," tambah Presiden.

Apalagi di daerah juga ditemukan kondisi "stunting" yaitu masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

"Tapi hasilnya baru akan kelihatan nanti, 20-30 tahun ke depan karena yang kita arahkan sekarang ini pada bayi, balita, ibu-ibu hamil. Saya kira banyak yang tidak menyadari pentingnya itu. Tidak mungkin yang sudah 'stunting' terus kita suntikkan terus kan, tidak seharusnya di umur-umur itu. Usia 1-12 tahun itu pnting sekali karena merupakan usia emas," tutur Presiden.

Pemberantasan Korupsi (Perpres "e-Budgeting")
Dalam kesempatan itu, Presiden juga mengakui bahwa tidak semua pihak suka dengan pekerjaan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh para penegak hukum.

"Yang namanya pemberantasan korupsi pasti rakyat semuanya senang, tapi kan ada juga yang tidak suka, dan itu merupakan pekerjaan kita bersama, tidak mungkin kita sendiri-sendiri bekerja menyelesaikan ini," katanya.

Untuk memberantas korupsi, menurut Presiden, juga harus dilakukan dengan mengenalkan mental anti-korupsi kepada anak-anak. "Kalau kita tidak memulainya dari anak-anak, generasi berikutnya ya tidak akan ada pembaruan apa-apa," ucap Presiden.

Ia juga menegaskan hingga saat ini pemerintah tetap mendukung penguatan KPK. "Saya rasa tidak usah bolak-balik saya sampaikan bahwa kita mendukung penguatan KPK. Konkrit sajalah, sebentar lagi saya akan keluarkan perpres (peraturan presiden) atau inpres (instruksi presiden) untuk sisi pencegahan yang saya kira penting sekali yaitu agar semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah harus menyiapkan 'e-budgeting', 'e-planning' dan 'e-procurement' yang akan saya batasi waktunya dan semuanya harus punya ini," ujar Presiden, menegaskan.

Aturan itu sejalan dengan rekomendasi KPK untuk melakukan perbaikan sistem di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang mendapat "menu wajib" di tiga sektor yaitu pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan layanan publik yang diterapkan melalui e-planning dan e-budgeting atau "e-government", pendirian Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang mandiri, serta pendirian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

"Itu untuk pencegahan tapi mengenai penindakan hukum ya silakan mau OTT (Operasi Tangkap Tangan) ada KPK, saber pungli sudah kita bentuk," tambah Presiden.

Ia pun mengakui bahwa korupsi masih menjadi pekerjaan rumah pemerintahan yang sudah hampir memasuki tahun keempat pada 20 Oktober 2017. "Bahwa korupsi ini masih menjadi musuh terbesar kita, ya memang pekerjaan besar kita bersama untuk menyelesaikan. Saya kira penegakan hukum harus lebih dipertegas, saber pungli juga, hal kecil-kecil juga kita awasi," ungkap Presiden.

Survei jadi Koreksi
Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa survei yang dilakukan terkait kinerjanya dapat menjadi koreksi bagi pemerintah, dan bukan mengukur elektabilitas.

"Kalau ada survei ya menjadi koreksi, mana yang perlu kita benahi dan perbaiki, itu yang harus kita kerjakan. Semuanya ada kekurangannya  di ekonomi kurang apa, di bidang hukum kurang apa, di bidang sosial budaya kurang apanya ya diperbaiki," katanya.

Ia pun mengaku belum memikirkan soal elektabilitas yang disuguhkan dari hasil survei tersebut. "Survei itu untuk koreksi saya, jangan dilihat hanya elektabilitas saja. Kita ini bekerja kok mengurusi elektabilitas?", tambah Presiden.

Presiden Jokowi menegaskan bahwa setiap hari ini hanya fokus bekerja berkeliling kabupaten dan provinsi untuk memastikan agar program-program pemerintah benar-benar dikerjakan.

"Wong pekerjaan kita setiap hari (bepergian) berganti kabupaten, berganti provinsi, pontang-panting masih mengurus untuk menyelesaikan hal yang memang harus kita selesaikan, harus kita kontrol, harus kita awasi, harus kita selesaikan," katanya.
 
Oleh karena itu, ia tidak ingin memecah konsentrasi pekerjaan dengan mencari dukungan untuk masa pemerintahan selanjutnya. "Kalau kita pecah konsentrasi kan juga tidak benar. Saya kira urusan survei itu urusan lembaga survei, urusan penilaian masyarakat terhadap apa yang sudah kita kerjakan, apakah dinilai tidak baik atau dinilai cukup baik atau dinilai baik ya dipersilakan. Tugas saya masih banyak," kata Presiden.

Pada 5 Oktober 2017, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) mengumumkan hasil survei yang dilakukan SMRC medio 3-10 September 2017 terkait kecenderungan dukungan politik pada tiga tahun pemerintahan Presiden Jokowi.

Hasilnya, angka kepuasan publik atas kinerja Jokowi September 2017 sebesar 68 persen. Angka itu cenderung menguat dan stabil. Kinerja Jokowi dinilai positif untuk sejumlah hal seperti kondisi ekonomi dan penanggulangan berbagai masalah penting oleh pemerintah misalnya kondisi politik, penegakan hukum, keamanan, dan ketertiban. Namun hal yang masih kurang adalah mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan harga kebutuhan pokok. Namun situasi inflasi yang cenderung stabil memberikan dukungan terhadap Jokowi. (*) 


Video Oleh Hanni Sofia Soepardi

Pewarta: Hanni Sofia Soepardi dan Desca Lidya Natalia

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017