Keheningan malam Jumat (22/9) malam lalu, sontak berubah drastis ketika Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis (PVMBG) secara resmi mengumumkan peningkatan status Gunung Agung dari Level III (Siaga) menjadi Level IV (Awas).
     
Penduduk yang mendiami lereng-lereng gunung, seperti berhamburan menyelamatkan diri di antara kegelapan malam. Tidak lama berselang, suara tangis bayi, rintih kepiluan penduduk Lansia dan suara desis ketakutan bocah, berpadu dengan deru kendaraan yang melaju kencang meninggalkan lereng Gunung Agung.
     
Gunung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut (dpl) yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali, ini pun menjadi lengang ditinggalkan penduduknya.
     
Di kejauhan, lamat-lamat deru kendaraan terdengar makin jauh meninggalkan lereng gunung untuk menyelamatkan diri, mencari tempat aman untuk mengungsi. Salah satu posko pengungsian yang dituju adalah wantilan Banjar Lebah, Desa Pekraman Kota Klungkung.
     
"Ketika Gunung Agung sudah menunjukkan peningkatan aktivitas, kami sudah mengajukan kepada pihak BPBD bahwa Banjar Lebah telah siap digunakan sebagai tempat mengungsi. Benar saja, begitu Gunung Agung berada pada level awas, maka ratusan penduduk kemudian menyelamatkan diri ke Banjar Lebah," ujar salah seorang tokoh sekaligus relawan dari Banjar Lebah, I Made Puja Darsana.
     
Saat ini, menurut Puja Darsana, tercatat ada 176 penduduk dari berbagai kalangan usia yang mengungsi di Banjar Lebah. Pengungsi-pengungsi ini berasal dari Dusun Geriana Kangin, Desa Selat Duda, yang terletak di kawasan rawan bencana (KRB) I.
     
Semenjak awal datang, warga Banjar Lebah sudah bersiap-siap menyambut kehadiran pengungsi dan menyiapkan berbagai keperluan keseharian, misalnya karpet, terpal, alat-alat dapur, dan bahan makanan.
     
Semua keperluan ini disiapkan warga Banjar Lebah secara swadaya, dan untuk pembelian bahan makanan dilakukan dengan melakukan pemungutan sumbangan sukarela.
     
Belakangan seiring dengan makin meningkatnya jumlah pengungsi, maka bantuan pemerintah pun turun. Khususnya bantuan bahan makanan, baik berupa air mineral, mi instan dan beras. Rata-rata ratusan pengungsi ini memerlukan 80 kg beras untuk mencukupi kebutuhan makan tiga kali sehari.
     
"Kami juga secara khusus mempersiapkan tempat khusus bagi pengungsi bayi dan lansia. Tidak jauh dari wantilan ini, ada losmen yang kini dialihfungsikan sebagai tempat tinggal bagi bayi dan lansia. Kebetulan pemilik losmen adalah seorang dokter, sehingga pengungsi lebih diperhatikan dari sisi kesehatan," kata Puja Darsana.


Suasana Jumat Malam

Sementara itu, salah seorang pengungsi yang tinggal di losmen, Ni Wayan Sumiati (30) menyatakan, dirinya mengungsi pada Jumat malam, setelah mendengar suara kentongan yang dibunyikan bertalu-talu.
     
"Kentongan dibunyikan sebagai tanda agar warga berkumpul dan kemudian diberi penjelasan untuk segera mengungsi. Maka saya bersama enam keluarga lain buru-buru berkemas dan pergi menggunakan mobil yang sudah disiapkan kelian dadia Geriana Kangin. Suasananya mencekam saat itu, apalagi beberapa kali juga terjadi gempa," ujar ibu dua anak dari Banjar Geriana Kangin.
     
Dia meneruskan, mobil itu kemudian membawa dirinya dan keluarganya mengungsi ke wantilan Banjar Lebah, namun khusus untuk Sumiati sengaja ditempatkan di losmen, karena perempuan ini memiliki bayi yang baru berusia satu bulan.
     
Tak habis-habisnya Sumiati bersyukur bisa mengungsi di Banjar Lebah, mengingat sambutan warga setempat sangat baik. Selain disediakan tempat tidur, dan logistik yang baik, juga Sumiati merasa lebih aman bisa tinggal di losmen sehingga kesehatan bayinya tidak terganggu.
     
Menurut Sumiati, dirinya sampai terharu sekali melihat kebaikan warga Banjar Lebah, yang begitu tulus membantu dan menyediakan berbagai keperluan para pengungsi. Kondisi ini membuat Sumiati dan ratusan pengungsi lain merasa tenang, untuk menunggu masa-masa erupsi Gunung Agung berlalu, untuk kemudian kembali lagi ke rumah masing-masing.
     
Hal lain yang membuat Sumiati dan keluarganya dapat tenang mengungsi di Banjar Lebah, karena beberapa ternaknya dapat dititipkan secara gratis di wilayah Klungkung. Keluarga Sumiati memang mengungsi dengan membawa serta  tiga ekor ternak babi yang masih kecil.
     
"Beberapa pengungsi lain ada juga yang membawa sapi, yang kemudian dititipkan. Tempat penitipan sapi itu juga di Banjar Lebah, tapi di Desa Besang Kawan. Tidak begitu jauh dari wantilan di sini," katanya.


Pengungsian Sapi

Ancaman erupsi Gunung Agung tidak hanya membuat warga yang mendiami wilayah KRB I, II dan III, merasa takut mengkhawatirkan keselamatan jiwa dan raga. Ketakutan lain dirasakan penduduk yang berprofesi sebagai peternak, karena mendadak harga sapi menjadi 'jatuh' dipermainkan tengkulak.
     
"Biasanya harga sapi jantan usia remaja itu kalau dijual Rp12 juta hingga Rp13 juta. Namun karena sedang ada bencana Gunung Agung, maka harga sapi jatuh. Tiga ekor sapi mau dibeli Rp10 juta saja. Ini membuat peternak menjadi kalang kabut," ujar salah seorang peternak, I Nyoman Jawi, yang berasal dari Desa Sebudi, Karangasem.
     
Beruntung, Nyoman Jawi kemudian mendengar kabar penitipan ternak secara gratis di Banjar Lebah, Desa Besang Kawan, Klungkung. Tanpa berpikir panjang, Nyoman Jawi langsung menyewa truk untuk membawa empat ekor sapinya ke Banjar Lebah untuk dititipkan.
     
Kelian Banjar Lebah I Nyoman Suardika menyatakan, latar belakangnya membuka pengungsian atau penitipan sapi secara gratis di wilayahnya, karena terdorong rasa iba melihat kepanikan yang dialami peternak.
     
"Harga sapi tiba-tiba jatuh begitu drastis, padahal masa pemeliharaannya bertahun-tahun. Ini membuat kami menjadi kasihan sehingga memiliki ide menyediakan tempat untuk penitipan sapi. Lahan yang kami siapkan sekarang seluas 15 are. Saat ini, sudah ada 77 ekor sapi yang dititipkan," ujar Suardika.
     
Sembari melihat ke arah Gunung Agung di kejauhan, ia melanjutkan peternak yang menitipkan sapi-sapinya berasal dari berbagai daerah. Mencakup Besakih, Geriana Kawan, Sogra, Muncan dan Selat. Sapi-sapi itu kemudian ditambatkan pada lahan kosong yang disiapkan. Setiap hari, para peternak yang menjaga dan memberi pakan sapi-sapi itu.
     
"Saya sudah rembuk dengan warga desa akan segera menambah luas wilayah penitipan. Sudah ada warga yang bersedia meminjamkan tanahnya seluas 1,2 hektare untuk dijadikan tempat penitipan sapi bagi pengungsi Gunung Agung. Kami ikhlas melakukannya, karena ini misi kemanusiaan. Tidak tega rasanya melihat nasib peternak yang sudah frustasi memikirkan keselamatan keluarga, masih harus terbebani dengan persoalan harga sapi yang merosot," ujarnya.
     
Namun, bagaimanapun keadaan Gunung Agung nanti, apakah mengalami erupsi atau tidak, pihaknya menyatakan warga Banjar Lebah senantiasa bersiaga. Bahwa warga setempat selalu siap menampung kehadiran para pengungsi sebagai upaya menghilangkan kegetiran karena bencana yang menimpa. (*)

-------
*) Penulis adalah penulis artikel lepas yang tinggal di Bali.

Pewarta: Tri Vivi Suryani *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017