Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan sejumlah pengungsi siaga darurat Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, mulai terjangkit penyakit infeksi saluran pernapasan, diare, dan hipertensi.
"Dari pantauan kami, dalam satu posko pengungsian yang menderita infeksi saluran pernapasan dan diare berkisar 20-30 orang, bahkan ada yang sampai harus dirujuk ke rumah sakit umum daerah," kata Suarjaya, di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, penyebabnya karena di tengah musim kemarau saat ini sehingga banyak debu yang terhirup oleh pengungsi, di samping faktor sanitasi yang mungkin kurang bagus.
"Banyak pengungsi yang juga saya lihat merokok sembarangan, padahal di situ banyak balita, anak-anak, ibu hamil dan kaum lansia. Selain itu, fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus) yang jumlahnya sangat kurang," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Suarjaya, telah menaruh perhatian terhadap persoalan ini, bahkan telah mengerahkan petugas sanitarian, di samping menyiagakan tenaga kesehatan yang jumlahnya hingga berlebih.
"Masalahnya, untuk pencegahan terhadap penyakit ini, sangat memerlukan dukungan dari para pengungsi sendiri yang harus menjaga kesehatan diri dan turut membersihkan lingkungan. Jangan sampai karena keterbatasan sarana MCK, lalu malas mandi, tidak mencuci tangan sebelum makan dan buang air sembarangan," ucapnya.
Sedangkan dari sisi dapur umum, kata Suarjaya, dilihat dari jenis makanan yang disajikan kepada pengungsi gizinya sudah cukup bagus dan berimbang, tinggal dari sisi kebersihannya yang harus terus dijaga.
"Kami juga telah menyiapkan biskuit bergizi yang dapat diberikan untuk anak-anak dan ibu hamil, sebagai upaya untuk memenuhi kecukupan gizi pengungsi," katanya.
Sementara dari sisi obatan-obatan, juga diakui jumlahnya sudah mencukupi dan pihaknya telah mengingatkan para petugas kesehatan agar rasional dalam menggunakannya.
"Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kesadaran para pengungsi untuk menjaga kesehatan, karena jika tidak kasus penyakit tersebut akan semakin berkembang. Apalagi kemungkinan para pengungsi akan tinggal lama di tempat tersebut," ujar Suarjaya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Dari pantauan kami, dalam satu posko pengungsian yang menderita infeksi saluran pernapasan dan diare berkisar 20-30 orang, bahkan ada yang sampai harus dirujuk ke rumah sakit umum daerah," kata Suarjaya, di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, penyebabnya karena di tengah musim kemarau saat ini sehingga banyak debu yang terhirup oleh pengungsi, di samping faktor sanitasi yang mungkin kurang bagus.
"Banyak pengungsi yang juga saya lihat merokok sembarangan, padahal di situ banyak balita, anak-anak, ibu hamil dan kaum lansia. Selain itu, fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus) yang jumlahnya sangat kurang," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Suarjaya, telah menaruh perhatian terhadap persoalan ini, bahkan telah mengerahkan petugas sanitarian, di samping menyiagakan tenaga kesehatan yang jumlahnya hingga berlebih.
"Masalahnya, untuk pencegahan terhadap penyakit ini, sangat memerlukan dukungan dari para pengungsi sendiri yang harus menjaga kesehatan diri dan turut membersihkan lingkungan. Jangan sampai karena keterbatasan sarana MCK, lalu malas mandi, tidak mencuci tangan sebelum makan dan buang air sembarangan," ucapnya.
Sedangkan dari sisi dapur umum, kata Suarjaya, dilihat dari jenis makanan yang disajikan kepada pengungsi gizinya sudah cukup bagus dan berimbang, tinggal dari sisi kebersihannya yang harus terus dijaga.
"Kami juga telah menyiapkan biskuit bergizi yang dapat diberikan untuk anak-anak dan ibu hamil, sebagai upaya untuk memenuhi kecukupan gizi pengungsi," katanya.
Sementara dari sisi obatan-obatan, juga diakui jumlahnya sudah mencukupi dan pihaknya telah mengingatkan para petugas kesehatan agar rasional dalam menggunakannya.
"Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kesadaran para pengungsi untuk menjaga kesehatan, karena jika tidak kasus penyakit tersebut akan semakin berkembang. Apalagi kemungkinan para pengungsi akan tinggal lama di tempat tersebut," ujar Suarjaya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017