Denpasar (Antara Bali) - Puluhan pesawat berbadan lebar yang terbang langsung dari luar negeri secara silih berganti mendarat di Bandara Ngurah Rai Bali yang setiap harinya menurunkan 15.000 hingga 20.000 wisatawan.

Frekuensi yang cukup padat itu ditambah lagi dengan penerbangan dalam negeri ke berbagai daerah di Indonesia yang mencapai puluhan pergerakan mengangkut hingga 40.000 penumpang. Bandara Ngurah Rai itu benar-benar strategis untuk jalur penerbangan nasional dan internasional.

Terkait dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM meningkatkan status Gunung Agung (3.142 meter) di Kabupaten Karangasem, Bali, dari Level III (Siaga) menjadi Level IV (Awas) sejak Jumat (22/9) malam, Kementerian Perhubungan telah melakukan berbagai upaya antisipasi.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso ketika mengadakan rapat koordinasi di gedung "Emergency Operation Center" (EOC) Bandara I Gusti Ngurah Rai, Minggu (24/9), menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan sembilan bandara terdekat dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai serta ratusan bus.

Hal itu untuk mengantisipasi kondisi terburuk jika sampai terjadi erupsi dari aktivitas vulkanik Gunung Agung yang mengganggu menerbangan. Semua itu, rencana dan antisipasi sehingga transportasi "jembatan udara" itu tidak terganggu jika terjadi kondisi yang paling buruk.

Sebaliknya, selama tidak ada abu vulkanis, berarti tidak ada masalah untuk penerbangan udara dari dan ke Bali.

Kesembilan bandara tersebut meliputi Bandara Juanda Surabaya, Bandara Blimbingsari Banyuwangi, Bandara Adi Sumarmo Solo, Bandara Lombok, Bandara Komodo Labuan Bajo, Bandara Hassanudin Makassar, dan Bandara Sepinggan Balikpapan.

Selain itu, juga Bandara Sam Ratulangi Manado dan Bandara Pattimura Ambon untuk penerbangan internasional yang biasanya datang beberapa negara, di antaranya dari Hong Kong dan Tokyo.

Jika kondisi darurat terjadi di Pulau Dewata akibat semburan abu vulkanis Gunung Agung yang kini berstatus awas, rute pesawat menuju Bali, terutama dari mancanegara dialihkan kesembilan bandara tersebut.

Penyiapan skenario itu telah dilakukan sesuai dengan prosedur berdasarkan laporan citra satelit kondisi abu vulkanis dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan "digital numerical report" dari Vulcanic Ash Advisory Center (VAAC) Darwin Australia.

Demikian pula, laporan juga dapat dikontribusikan berdasarkan pengamatan mata dari pilot yang kebetulan melihat perkembangan abu vulkanis.

Penutupan Bandara Ngurah Rai sementara dapat dilakukan jika sudah ada laporan dari dua parameter dari tiga laporan tersebut.

Jika laporan baru satu, belum bisa menutup bandara dan segera akan membuat validasi. Keputusan menutup bandara, sangat ditentukan oleh arah angin yang dapat membawa sebaran abu vulkanis.

Tergantung Arah Angin

Status Gunung Agung menjadi awas dan wilayah steril yang semula radius 6 kilometer dari puncak gunung itu diperluas menjadi 9 kilometer, serta ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer menjadikan masyarakat di lereng gunung tertinggi di Bali itu makin menjauh.

Apabila terjadi erupsi yang menyemburkan abu vulkanis yang sebaran abunya tidak mengarah ke wilayah udara bandara, operasional penerbangan di Bandara I Gusti Ngurah Rai masih bisa dengan cara menghindari wilayah sebaran.

"Jika masyarakat melihat cuaca cerah, bukan berarti wilayah udara di sekitar bandara steril dari lapisan abu vulkanis apabila dalam kondisi terjadi erupsi dan angin membawa sebaran abu tersebut menuju wilayah udara bandara," ujar Agus.

Lapisan abu vulkanis dapat membahayakan bagi penerbangan karena mengganggu mesin pesawat dan mengganggu instrumen hingga mengikis badan pesawat udara yang tengah terbang dengan kecepatan tinggi.

Untuk itu, Kementerian Perhubungan tidak mau ambil risiko. Jika arah angin membawa abu vulkanis ke wilayah bandara, bandara Ngurah Rai harus ditutup.

Semua itu sebagai antisipasi dan skenario karena hingga saat ini penerbangan jalur nasional dan internasional masih berjalan normal.

Untuk mendukung kelancaran peralihan penerbangan ke sembilan bandara terdekat dari Bali, pihaknya menyiapkan sekitar 300 unit bus untuk melayani penumpang di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai untuk menempuh jalur darat ke Banyuwangi dan Surabaya (Jawa Timur), Solo (Jawa Tengah), maupun ke Mataram (Nusa Tenggara Barat).

Hal itu sudah dilakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Kota Denpasar, dan Organda, serta Damri.

Kepala Balai Pengelola Tansportasi Darat Wilayah Bali dan NTB Agung Hartono menjelaskan bahwa calon penumpang yang ingin meneruskan perjalanan dengan jalan darat, wisatawan dapat menggunakan bus melalui tiga titik, yakni Terminal Ubung Denpasar, Mengwi di Kabupaten Badung, dan Pelabuhan Benoa Denpasar.

Rencana mitigasi itu pernah diterapkan dalam menangani penumpang ketika Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai terdampak abu vulkanis Gunung Raung di Jawa Timur dan Gunung Barujari di Lombok, NTB.

Di Bali terdapat sekitar 2.300 bus yang terdiri atas 1.800 bus pariwisata dan 500 bus antarkota antarprovinsi.

Setelah dilakukan penghitungan bersama dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, diperkirakan sekitar 300 bus dapat diarahkan untuk pelayanan penumpang wisatawan gagal terbang jika Gunung Agung erupsi.

Hingga saat ini, meningkatnya aktivitas gunung api tidak mengganggu kegiatan wisatawan dalam dan luar negeri menikmati liburan di Pulau Dewata. Jika terjadi kondisi terburuk, daerah terdampak sejauh sepuluh kilometer, seperti yang diungkapkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Wisatawan mancanegara yang sedang menikmati liburan di Bali hingga kini sama sekali tidak terpengaruh oleh meningkatnya aktivitas kegempaan vulkanik Gunung Agung yang meningkat karena jaraknya sekitar 85 kilometer timur Denpasar.

Demikian pula masyarakrat, terutama yang bermukim di sekitar lereng Gunung Agung yang kini sudah menjauh dalam radius 12 kilometer, diminta tenang di tempat pengungsian sambil berdoa ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, agar dapat mengendalikan aktivitas Gunung Agung untuk kembali normal sekaligus menyelamatkan bumi beserta seluruh isinya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna dan I Ketut Sutika

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017