Taormina, Italia (Antara Bali) - Di bawah tekanan dari Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7), Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendukung janji untuk melawan proteksionisme pada Sabtu, namun menolak menyokong kesepakatan iklim global, mengatakan bahwa dia butuh lebih banyak waktu untuk memutuskan.

Pertemuan negara-negara kaya G7 menghadapkan Trump dengan Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Kanada dan Jepang mengenai beberapa isu dan para diplomat Eropa frustasi kembali harus menghadapi pertanyaan yang mereka harap sudah selesai.

Namun para diplomat menekankan bahwa ada kesepakatan luas mengenai berbagai masalah kebijakan luar negeri, termasuk perbaruan ancaman untuk menjatuhkan sanksi ekonomi lebih lanjut pada Rusia jika campur tangan negara itu di negara tetangganya Ukraina menuntutnya.

"Kami puas dengan bagaimana semua berjalan," kata Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni, namun mengakui adanya perpecahan dengan Washington dalam beberapa hal.

"Kami tidak menyembunyikan keterbelahan ini. Itu sangat jelas muncul dalam pembicaraan kami."

Sementara Trump menyebut pertemuan itu sebagai "pertemuan yang sangat produktif", mengatakan dia sudah memperkuat ikatan dengan mitra-mitra lama Amerika Serikat (AS).

Presiden yang pernah menyebut pemanasan global sebagai berita bohong itu mendapat tekanan dari para pemimpin lainnya untuk menghormati Kesepakatan Paris 2015 tentang pengendalian emisi karbon.

Meski dia mencuit akan membuat keputusan pekan depan, namun keengganannya terlibat dalam kesepakatan global pertama yang secara hukum mengikat yang ditandatangani 195 negara tampak jelas mengganggu Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Keseluruhan diskusi mengenai iklim sangat sulit, kalau bukan sangat tidak memuaskan," katanya kepada para pewarta.

"Tidak ada indikasi apakah Amerika Serikat akan tetap ikut dalam Kesepakatan Paris atau tidak," katanya sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.

Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron tetap berprasangka positif dengan mengatakan bahwa dia yakin Trump, yang dia puji sebagai "pragmatis" , akan mendukung kesepakatan itu setelah mendengarkan pandangan dari timpalannya di G7.

Sementara Merkel sudah 12 kali menghadiri pertemuan semacam itu, dan jelas yakin dia telah mengatasi skeptisisme perubahan iklim dalam pertemuan tahun 2007, ketika dia meyakinkan George W. Bush yang menjabat sebagai presiden Amerika Serikat kala itu untuk mengupayakan pemangkasan substansial emisi gas rumah kacanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Antara News

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017