Denpasar (Antara Bali) - Seni dan budaya kerajinan lokal Flores, Nusa Tenggara Timur, terancam punah akibat minimnya generasi muda yang berminat menggeluti bidang tersebut.
"Pelestarian tradisi seni dan budaya kerajinan lokal itu sepertinya hanya menjadi beban generasi tua," kata Daniel David, Koordinator Sanggar Budaya Bliran Sina, Sikka, Flores, NTT, dalam penjelasan disampaikan kepada ANTARA di Denpasar, Kamis.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam "sekapur sirih pinang" atau kata pengantar bertepatan pembukaan Pameran Tenun Ikat, Pergelaran Budaya & Kesenian Sikka, Flores, yang berlangsung di House of Sampoerna (HoS) Surabaya, 14 April-15 Mei 2011.
Bila dicermati, katanya, hampir di seluruh tempat pembuatan kerajinan tangan di Flores, baik anyaman, ukiran gading, ukiran kayu, pandai besi, bahkan tenun ikat, yang terlibat para orang tua atau bahkan manula.
"Tidak adakah orang-orang muda yang tertarik terjun mendalami kegiatan-kegiatan tersebut?" kata David bertanya, seraya mengungkapkan kemungkinan asumsi tersebut tidak seluruhnya benar.
Namun, saat pertanyaan itu dilontarkan kepada para perajin manula tersebut, rata-rata mereka memberikan jawaban yang sama. "Memang sedikit orang muda yang tertarik meneruskan kegiatan mereka. Itu membuat mereka cukup risau," ucap Danaiel.
Kerisauan terutama dialami para perajin yang mempunyai komitmen dalam pengembangan dan pelestarian tradisi seni dan budaya lokal.
Para perajin manula itu khawatir, apabila mereka sudah tidak ada, maka kegiatan yang saat ini masih rutin dikerjakan tersebut nantinya tidak dapat ditemukan lagi jejaknya.
Lebih jauh lagi, teknik-teknik yang selama ini dipelajari para pekerja seni manula secara turun-temurun maupun mandiri dalam membuat kerajinan tersebut, termasuk keunikan dan kekhasan bentuk, motif, dan bahan, akan hilang tidak berjejak seperti air meresap ke dalam pasir.
Menurut Daniel, situasi itu cukup mengusik pikiran. Apalagi tanah Flores mempunyai sejarah kekayaan tradisi seni dan budaya kerajinan lokal yang sangat beragam.
Dalam seni kerajinan tangan tersebut, juga belum banyak usaha-usaha untuk mengembangkan kegiatan itu agar bisa digarap dan kemudian dipasarkan dengan lebih bagus.
Usaha-usaha produksinya umumnya masih sangat sederhana, karena hanya untuk kebutuhan pasar lokal. Belum banyak yang dikembangkan sebagai produk suvenir untuk wisatawan. "Kalaupun ada, kualitas produknya masih rendah, sehingga kurang memenuhi standar mutu," katanya.
Berangkat dari realitas itu, Sanggar Budaya Bliran Sina terus berupaya memperkenalkan tradisi dan seni tenun ikat Flores.
"Kami ingin berbagi dan mengajak kita semua untuk lebih mencintai dan memberi dukungan terhadap produk-produk lokal itu. Berkomitmen pada pelestarian tradisi dan seni budaya lokal agar tidak hilang ditelan zaman," harapnya.
Daniel menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung pameran, termasuk apresiasi dan kehadiran seluruh pengunjung.
"Semuanya telah membuat kami, anggota Sanggar Budaya Bliran Sina, bangga dan lebih bersemangat dalam melestarikan tradisi dan budaya ini. Mari kita buktikan bahwa pelestarian tradisi seni dan budaya kerajinan lokal bukan hanya menjadi beban generasi tua," katanya seraya berucap "epang gawan" (terima kasih) dalam Bahasa Sikka.
Pada pameran tersebut juga diselenggarakan seminar tentang tenun ikat dan pelestarian budaya Sikka, Flores, Sabtu (16/4) pukul 09:00 - 12:00 WIB, dengan narasumber Daniel David (Koordinator Bliran Sina).
Kemudian workshop tentang pengenalan dan praktek pembuatan warna alami, Sabtu (30/4) dan Sabtu, 7 Mei 2011 pukul 09:00 - 12:00 WIB, dengan narasumber juga Daniel David, dibantu Yustina Neing (master warna biru & hitam), Magdalena Kartini (master warna merah, kuning, & hijau), serta Gensiana & Maria Gorety.
Kontribusi peserta Rp350 ribu untuk penggantian bahan-bahan praktek, materi tertulis, dan makanan ringan.
Sedangkan pergelaran budaya dan kesenian tradisional Sikka, Flores, dilaksanakan pada tiga hari Sabtu (30/4) serta 7 dan 14 Mei pukul 14.00 - 17.00, Minggu (24/4) dan 1 Mei pukul 10.00 - 13.00, Minggu (8/5) pukul 14.00 - 18.00, serta Parade Budaya & Pawai Bunga HUT Surabaya.
Selain itu juga digelar pameran foto tentang objek-objek pariwisata di Flores, 15 April - 15 Mei 2011 antara pukul 09.00 - 22.00 WIB.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Pelestarian tradisi seni dan budaya kerajinan lokal itu sepertinya hanya menjadi beban generasi tua," kata Daniel David, Koordinator Sanggar Budaya Bliran Sina, Sikka, Flores, NTT, dalam penjelasan disampaikan kepada ANTARA di Denpasar, Kamis.
Ia menyampaikan hal tersebut dalam "sekapur sirih pinang" atau kata pengantar bertepatan pembukaan Pameran Tenun Ikat, Pergelaran Budaya & Kesenian Sikka, Flores, yang berlangsung di House of Sampoerna (HoS) Surabaya, 14 April-15 Mei 2011.
Bila dicermati, katanya, hampir di seluruh tempat pembuatan kerajinan tangan di Flores, baik anyaman, ukiran gading, ukiran kayu, pandai besi, bahkan tenun ikat, yang terlibat para orang tua atau bahkan manula.
"Tidak adakah orang-orang muda yang tertarik terjun mendalami kegiatan-kegiatan tersebut?" kata David bertanya, seraya mengungkapkan kemungkinan asumsi tersebut tidak seluruhnya benar.
Namun, saat pertanyaan itu dilontarkan kepada para perajin manula tersebut, rata-rata mereka memberikan jawaban yang sama. "Memang sedikit orang muda yang tertarik meneruskan kegiatan mereka. Itu membuat mereka cukup risau," ucap Danaiel.
Kerisauan terutama dialami para perajin yang mempunyai komitmen dalam pengembangan dan pelestarian tradisi seni dan budaya lokal.
Para perajin manula itu khawatir, apabila mereka sudah tidak ada, maka kegiatan yang saat ini masih rutin dikerjakan tersebut nantinya tidak dapat ditemukan lagi jejaknya.
Lebih jauh lagi, teknik-teknik yang selama ini dipelajari para pekerja seni manula secara turun-temurun maupun mandiri dalam membuat kerajinan tersebut, termasuk keunikan dan kekhasan bentuk, motif, dan bahan, akan hilang tidak berjejak seperti air meresap ke dalam pasir.
Menurut Daniel, situasi itu cukup mengusik pikiran. Apalagi tanah Flores mempunyai sejarah kekayaan tradisi seni dan budaya kerajinan lokal yang sangat beragam.
Dalam seni kerajinan tangan tersebut, juga belum banyak usaha-usaha untuk mengembangkan kegiatan itu agar bisa digarap dan kemudian dipasarkan dengan lebih bagus.
Usaha-usaha produksinya umumnya masih sangat sederhana, karena hanya untuk kebutuhan pasar lokal. Belum banyak yang dikembangkan sebagai produk suvenir untuk wisatawan. "Kalaupun ada, kualitas produknya masih rendah, sehingga kurang memenuhi standar mutu," katanya.
Berangkat dari realitas itu, Sanggar Budaya Bliran Sina terus berupaya memperkenalkan tradisi dan seni tenun ikat Flores.
"Kami ingin berbagi dan mengajak kita semua untuk lebih mencintai dan memberi dukungan terhadap produk-produk lokal itu. Berkomitmen pada pelestarian tradisi dan seni budaya lokal agar tidak hilang ditelan zaman," harapnya.
Daniel menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung pameran, termasuk apresiasi dan kehadiran seluruh pengunjung.
"Semuanya telah membuat kami, anggota Sanggar Budaya Bliran Sina, bangga dan lebih bersemangat dalam melestarikan tradisi dan budaya ini. Mari kita buktikan bahwa pelestarian tradisi seni dan budaya kerajinan lokal bukan hanya menjadi beban generasi tua," katanya seraya berucap "epang gawan" (terima kasih) dalam Bahasa Sikka.
Pada pameran tersebut juga diselenggarakan seminar tentang tenun ikat dan pelestarian budaya Sikka, Flores, Sabtu (16/4) pukul 09:00 - 12:00 WIB, dengan narasumber Daniel David (Koordinator Bliran Sina).
Kemudian workshop tentang pengenalan dan praktek pembuatan warna alami, Sabtu (30/4) dan Sabtu, 7 Mei 2011 pukul 09:00 - 12:00 WIB, dengan narasumber juga Daniel David, dibantu Yustina Neing (master warna biru & hitam), Magdalena Kartini (master warna merah, kuning, & hijau), serta Gensiana & Maria Gorety.
Kontribusi peserta Rp350 ribu untuk penggantian bahan-bahan praktek, materi tertulis, dan makanan ringan.
Sedangkan pergelaran budaya dan kesenian tradisional Sikka, Flores, dilaksanakan pada tiga hari Sabtu (30/4) serta 7 dan 14 Mei pukul 14.00 - 17.00, Minggu (24/4) dan 1 Mei pukul 10.00 - 13.00, Minggu (8/5) pukul 14.00 - 18.00, serta Parade Budaya & Pawai Bunga HUT Surabaya.
Selain itu juga digelar pameran foto tentang objek-objek pariwisata di Flores, 15 April - 15 Mei 2011 antara pukul 09.00 - 22.00 WIB.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011