Mengwi (Antara Bali) - Pengusaha mebel jati di kawasan Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, berharap ada suntikan modal untuk meningkatkan produksi.

"Selama ini saya mendapat pinjaman modal dari salah satu BPR di dekat sini dengan agunan tanah mertua yang dijadikan lokasi usaha. Dana yang diberikan BPR itu masih jauh dari keperluan saya, karena paling tidak saya perlu Rp100 juta untuk memperbesar volume usaha," kata David, pemilik UD Jati Mandiri, di Kelurahan Kapal, Rabu petang.

UD Jati Mandiri yang dia miliki berdiri sejak 10 tahun lalu, namun kemajuannya tidak beranjak secara berarti. "Paling-paling bisa jual dua lemari jati saja sehari karena untuk modal beli kayu jati tidak punya modal, satu meter kubik jati sekarang Rp4,5 juta," katanya.

Dengan empat pekerja dari Jepara, Jawa Tengah, yang memiliki keahlian khusus masing-masing, dia merancang sendiri lemari, kursi, meja, pintu, dan semua barang kerajinan kayu jati yang bisa dibuat. Selain barang-barang furnitur, dia juga mencoba memperkaya koleksi dagangannya dengan hiasan dinding ukiran kayu.

Satu lemari jati berukuran tinggi 1,2 meter, panjang satu meter dan lebar 60 sentimeter dijual seharga Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta. Harga itu tergantung tingkat kesulitan rancangan dan teknik penyelesaian.

Semua barang-barang furnitur yang dia pajang di bengkel kerjanya belum diselesaikan secara paripurna. "Sengaja begitu karena disesuaikan dengan selera pembeli, apakah mau dicat warna tertentu atau diplitur. Termasuk kalau pembeli ingin membiarkan begitu saja, serat kayu jati diekspos," katanya.

Dia mengaku tahu tentang fasilitas Kredit Usaha Rakyat yang dikucurkan pemerintah melalui perbankan pelat merah. "Tapi prosedurnya cukup sulit, apalagi saya pendatang di Bali, walau sudah lama tinggal di sini. Mungkin juga karena pemahaman saya terbatas tentang itu," katanya.

Di satu bengkel pengrajin lain di kawasan yang sama, masalah serupa juga terjadi. Pemiliknya, Bayu Sunarto, menyatakan, dalam sehari dia cuma mampu menjual satu atau dua set kursi malas saja.

"Bukan karena saya tidak mau, tapi uang untuk membeli kayu jatinya dari mana? Jadi saya harus pintar-pintar mengolah uang penjualan untuk membeli lagi kayu jati untuk modal," katanya.

Dari satu meter kubik kayu jati, katanya, bisa dibuat dua bufet ukuran sedang yang dijual seharga Rp2 juta per unit. Uang itu masih harus dikurangi ongkos pekerja dan material untuk penyelesaian, mulai dari sekrup, paku, bahan vernis, hingga listrik dan sewa tempat.

"Jadi paling-paling keuntungan satu bufet itu cuma Rp250.000 sampai Rp350.000 saja. Belum disisihkan untuk membeli kayu jati lagi," katanya.

Dengan volume usaha sekitar Rp4 juta sehari, dia memerlukan modal sekitar Rp50 juta supaya bisa membuat lima atau enam lemari sehari. "Sebetulnya pembeli ada saja, tapi saya tidak bisa buat lebih banyak karena tidak ada modal untuk membeli bahannya," kata Bayu.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011