Denpasar (Antara Bali) - Kementerian Kelautan dan Perikanan mengimbau industri pengolahan ikan agar membuat regulasi atau kesepakatan soal pembelian tuna yang mengikuti aturan penggunaan rumpon.

"Kalau `market` bilang hanya membeli tuna yang mengikuti aturan rumpon, tentu penangkap ikan akan mengikutinya," kata Kasubdit Sumberdaya Ikan ZEEI dan Laut Lepas Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Tampubolon, di Denpasar, Selasa.

Dia mengemukakan, rumpon yang digunakan nelayan di Tanah Air selama ini tidak memiliki izin karena tidak ada yang mengurus Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR). Jika harus diambil tindakan tegas pun tentu akan menimbulkan gejolak bagi rakyat.

Padahal dari sisi aturan internasional juga sudah ada larangan penggunaan rumpon di laut lepas Samudera Pasifik hingga penggunaan jumlah setting rumpon di setiap negara. Demikian juga ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2014 tentang Rumpon.

Saut menambahkan, penggunaan rumpon tidak saja berdampak positif, sekaligus negatif. Dampak negatifnya itu sangat besar karena kita tidak memberikan kesempatan pada ikan-ikan kecil untuk tumbuh, mengganggu migrasi ikan secara alami, dan ikan-ikan muda yang tertangkap bisa di bawah ukuran 40 cm.

"Dalam Permen KKP No 26/2014 diantaranya disebutkan satu kapal hanya boleh memakai tiga rumpon, di samping ada persyaratan lainnya. Namun, masalahnya selama ini, kalau tidak diawasi peraturan tidak jalan," ujarnya pada Lokakarya Pengelolaan Rumpon Tuna itu.

Pemerintah, lanjut Saut, tidak mempunyai instrumen untuk menjaga regulasi tersebut setiap saat di laut. Oleh karena itu, pihaknya perlu peran serta pengusaha atau industri pengolahan ikan untuk turut menjaga keberlanjutan ikan melalui sejumlah regulasi ataupun kesepakatan tertentu.

Misalnya, hanya mau membeli ikan dari kapal pertama yang memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI), membeli dari nelayan yang memiliki rumpon yang memiliki SIPR dan sebagainya.

"Kalau penggunaan rumpon terus dibiarkan saja seperti saat ini, maka yang rugi nelayan sendiri karena tangkapan makin lama akan makin menurun dan kita kehilangan berbagai jenis ikan. Rumpon hanya memberikan keuntungan jangka pendek," ucap Saut.

Di dunia internasional, lanjut dia, tindakan dari "market" atau pasar itu memang paling efektif karena dalam produk perikanan itu peran pasar sangat penting.

Perikanan tuna, kata Saut, selama ini berkontribusi sekitar 20 persen terhadap perikanan tangkap secara nasional. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017