Denpasar (Antara Bali) - Seluruh hotel di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali dilarang mementaskan kesenian Bali di kawasan perhotelan agar wisatawan yang datang ke daerah itu dapat menyaksikan secara langsung asal mulanya tarian tersebut.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati di Denpasar, Sabtu, mengatakan upaya ini dilakukan agar kesan yang didapat wisatawan yang datang ke Ubud saat menyaksikan kesenian itu lebih riil dimana asal mula adanya kesenian tersebut.
"Saya mengimbau hotel di Ubud untuk tidak mementaskan tari-tarian di kawasan perhotelan dan menyarankan agar mengajak langsung wisatawan ke desa atau tempat asal mulanya tarian itu digarap seniman Gianyar," katanya.
Hal ini terbukti mampu mendongkrak lamanya wisatawan tinggal di Bali, karena merasa betah berlama-lama tinggal di daerah itu untuk menyaksikan atraksi kesenian yang ada di masing-masing desa setempat.
Seperti misalnya, tarian cak yang asal mulanya dikembangkan di Desa Bedulu, Gianyar, pihaknya mengarahkan hotel melalui biro jasa wisata (travel agent) untuk membawa wisatawannya ke tempat itu.
Selanjutnya, kesenian barong yang asal mulanya dikembangkan di Desa Pagutan, Batubulan, Gianyar dan tarian legong di Desa Peliatan, Ubud yang juga perlu diperkenalkan secara langsung daerah asal mulanya tarian ini.
"Hal ini lah yang menjadi daya tarik wisatawan datang ke Ubud karena kesenian yang ditunjukkan lebih berkualitas sehingga secara psikologis wisawatan terkesan menyaksikan tarian itu secara riil," katanya.
Namun, apabila semua pentas kesenian Bali dibuat di hotel, dengan sekaa gong yang tidak memadai jumlah personelnya maka menurunkan kualitas dari kesenian itu, sehingga memperburuk citra kesenian itu.
"Oleh sebab itu, biarlah kesenian ini disaksikan langsung wisatawan ke daerah asal mulanya kesenian itu, karena semua pasti diuntungkan. Seperti jasa pemandu wisata tetap jalan, transportasi untuk menuju objek wisata tetap beroperasi," katanya.
Apabila kesenian Bali ini dipentaskan di hotel-hotel, maka wisatawan yang datang ke Pulau Dewata hanya memerlukan waktu satu hari untuk menyaksikan seluruh atraksi yang ada.
Ia menambahkan, untuk kunjungan wisatawan ke Bali berdasarkan data mengalami peningkatan 22,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan data dari BPS Bali, kata dia, memang terjadi penurunan lamanya wisatawan tinggal di Bali dari 3,9 hari menjadi 3,1 hari atau turun 20,5 persen.
"Kalau kita lihat selisihnya hanya dua persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali hanya mengalami peningkatan dua persen setiap tahunnya. Hal ini, apabila kita bandingkan dengan data jumlah kedatangan wisatawan dengan lamanya wisatawan menginap," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati di Denpasar, Sabtu, mengatakan upaya ini dilakukan agar kesan yang didapat wisatawan yang datang ke Ubud saat menyaksikan kesenian itu lebih riil dimana asal mula adanya kesenian tersebut.
"Saya mengimbau hotel di Ubud untuk tidak mementaskan tari-tarian di kawasan perhotelan dan menyarankan agar mengajak langsung wisatawan ke desa atau tempat asal mulanya tarian itu digarap seniman Gianyar," katanya.
Hal ini terbukti mampu mendongkrak lamanya wisatawan tinggal di Bali, karena merasa betah berlama-lama tinggal di daerah itu untuk menyaksikan atraksi kesenian yang ada di masing-masing desa setempat.
Seperti misalnya, tarian cak yang asal mulanya dikembangkan di Desa Bedulu, Gianyar, pihaknya mengarahkan hotel melalui biro jasa wisata (travel agent) untuk membawa wisatawannya ke tempat itu.
Selanjutnya, kesenian barong yang asal mulanya dikembangkan di Desa Pagutan, Batubulan, Gianyar dan tarian legong di Desa Peliatan, Ubud yang juga perlu diperkenalkan secara langsung daerah asal mulanya tarian ini.
"Hal ini lah yang menjadi daya tarik wisatawan datang ke Ubud karena kesenian yang ditunjukkan lebih berkualitas sehingga secara psikologis wisawatan terkesan menyaksikan tarian itu secara riil," katanya.
Namun, apabila semua pentas kesenian Bali dibuat di hotel, dengan sekaa gong yang tidak memadai jumlah personelnya maka menurunkan kualitas dari kesenian itu, sehingga memperburuk citra kesenian itu.
"Oleh sebab itu, biarlah kesenian ini disaksikan langsung wisatawan ke daerah asal mulanya kesenian itu, karena semua pasti diuntungkan. Seperti jasa pemandu wisata tetap jalan, transportasi untuk menuju objek wisata tetap beroperasi," katanya.
Apabila kesenian Bali ini dipentaskan di hotel-hotel, maka wisatawan yang datang ke Pulau Dewata hanya memerlukan waktu satu hari untuk menyaksikan seluruh atraksi yang ada.
Ia menambahkan, untuk kunjungan wisatawan ke Bali berdasarkan data mengalami peningkatan 22,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan data dari BPS Bali, kata dia, memang terjadi penurunan lamanya wisatawan tinggal di Bali dari 3,9 hari menjadi 3,1 hari atau turun 20,5 persen.
"Kalau kita lihat selisihnya hanya dua persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali hanya mengalami peningkatan dua persen setiap tahunnya. Hal ini, apabila kita bandingkan dengan data jumlah kedatangan wisatawan dengan lamanya wisatawan menginap," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017