Jakarta (Antara Bali) - Pada Valentine, orang berlomba-lomba mencari cokelat untuk diberikan pada mereka yang dikasihinya. Profesor Rebecca Earle yang mempelajari sejarah makanan memetakan bagaimana cokelat menjadi penting pada hari Valentina.

Pada era Victoria, semua orang tahu potensi cokelat untuk merayu. Pria muda, kata Rebecca, sepertinya “tahu lewat insting” bahwa senjata untuk melamar adalah sekotak cokelat.

Buku etiket dan iklan cokelat juga mendorong sudut pandang bahwa pertukaran cokelat antara pria dan wanita adalah deklarasi cinta.

Memberikan sekotak cokelat untuk perempuan muda adalah cara pria memperlihatkan kasih sayangnya.

Karena cokelat diasosiasikan dengan pacaran dan seks, buku etiket pada era itu memperingatkan pada perempuan lajang untuk tidak menerima cokelat dari pria tak dikenal atau hubungannya tidak dekat. 

Saat itu, tabu bagi perempuan untuk berinisiatif memberi cokelat pada pria. Hanya mereka yang berani yang melakukannya. 

Apakah cokelat adalah makanan yang menstimulasi dorongan seksual? Tidak dari sisi ilmiah, tapi generasi Eropa saat itu berharap demikian. 

Segelas cokelat panas yang sekarang kesannya lebih banyak diminum anak kecil sebelum tidur sebenarnya pernah dibalut nuansa seksual. Pria-pria pada zaman Victoria takut dipelet perempuan lewat segelas cokelat. Francisco de las Casas misalnya percaya bahwa gara-gara segelas cokelat dari Michaela de Orbea dia tidak bisa bercinta dengan perempuan lain.

Jadi, jika Anda ditawari segelas Cokelat pada Hari Valentine, pikir baik-baik sebelum Anda meminumnya. Bila mengikuti standar era Victoria, Anda mungkin sudah disuruh mulai mencari cincin kawin, demikian Independent. (WDY)

Penerjemah: Nanien Yuniar

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017