Washington (Antara Bali) - Cheetah, hewan tercepat di dunia
berisiko mengalami kepunahan, sehingga membutuhkan tindakan konservasi
mendesak untuk menyelamatkan populasinya yang semakin menurun, menurut
penelitian yang diterbitkan AS journal Proceeding of National Academy of
Sciences.
Penelitian tersebut memperkirakan, populasi cheetah telah menurun menjadi hanya 7.100 secara global.
Menurut penelitian Zoological Society of London dan Panthera and Wildlife Conservation Society, populasi cheetah Asia mengalami penurunan paling drastis, dengan kurang dari 50 individu tersisa di salah satu kantung terisolasi di Iran.
Untuk itu, para peneliti mendesak agar cheetah masuk dalam daftar spesies "Langka" dari sebelumnya "Rentan" di Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) Daftar Merah sebagai Spesies Terancam.
Sarah Durant dari Zoological Society of London dan penulis utama penelitian tersebut mengatakan, studi ini merupakan analisis yang paling komprehensif dari kondisi terkini kucing berbadan besar tersebut.
"Mengingat sifat rahasia kucing yang sulit dipahami ini, sangat sulit mengumpulkan informasi tentang spesies yang mengarah ke keadaan yang sedang diabaikan ini," kata Durant dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Xinhua.
"Temuan kami menunjukkan bahwa kebutuhan ruang besar untuk cheetah, ditambah berbagai ancaman kompleks yang dihadapi oleh spesies ini di alam liar, memungkinkan kepunahan akan jauh lebih rentan dari yang diperkirakan sebelumnya," tambahnya.
Menurut para peneliti, bahkan di dalam area yang dilindungi, cheetah masih menghadapi ancaman seperti konflik manusia dengan satwa liar, kehilangan mangsa karena perburuan, kehilangan habitat dan perdagangan ilegal.
Sementara itu, yang membuat keadaan menjadi lebih buruk adalah sebagai salah satu karnivora di dunia, 77 persen dari habitat cheetah berada di luar kawasan lindung, yang membuat hewan tersebut sangat rentan terhadap tekanan manusia.
Misalnya, populasi cheetah di Zimbabwe menurun drastis dari 1.200 hingga maksimal 170 hewan dalam 16 tahun, di mana sebagian besar berkurang karena tekanan dari satwa liar dan habitat mereka di luar kawasan lindung, kata studi tersebut.
Para peneliti menyerukan "pendekatan konservasi holistik," termasuk mengintensifkan masyarakat lokal dan pemerintah trans-nasional untuk melindungi cheetah dan mempromosikan koeksistensi manusia-satwa liar yang berkelanjutan.
"Hal yang bisa dibawa pulang dari studi ini adalah bahwa mengamankan kawasan lindung saja tidak cukup," kata Kim Young-Overton, direktur program dari kelompok konservasi kucing liar Panthera cheetah.
"Kita harus berpikir lebih besar, melestarikan seluruh mosaik yang dilindungi dan tidak dilindungi jika kita ingin mencegah hilangnya cheetah untuk selamanya," tambahnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Penelitian tersebut memperkirakan, populasi cheetah telah menurun menjadi hanya 7.100 secara global.
Menurut penelitian Zoological Society of London dan Panthera and Wildlife Conservation Society, populasi cheetah Asia mengalami penurunan paling drastis, dengan kurang dari 50 individu tersisa di salah satu kantung terisolasi di Iran.
Untuk itu, para peneliti mendesak agar cheetah masuk dalam daftar spesies "Langka" dari sebelumnya "Rentan" di Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) Daftar Merah sebagai Spesies Terancam.
Sarah Durant dari Zoological Society of London dan penulis utama penelitian tersebut mengatakan, studi ini merupakan analisis yang paling komprehensif dari kondisi terkini kucing berbadan besar tersebut.
"Mengingat sifat rahasia kucing yang sulit dipahami ini, sangat sulit mengumpulkan informasi tentang spesies yang mengarah ke keadaan yang sedang diabaikan ini," kata Durant dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Xinhua.
"Temuan kami menunjukkan bahwa kebutuhan ruang besar untuk cheetah, ditambah berbagai ancaman kompleks yang dihadapi oleh spesies ini di alam liar, memungkinkan kepunahan akan jauh lebih rentan dari yang diperkirakan sebelumnya," tambahnya.
Menurut para peneliti, bahkan di dalam area yang dilindungi, cheetah masih menghadapi ancaman seperti konflik manusia dengan satwa liar, kehilangan mangsa karena perburuan, kehilangan habitat dan perdagangan ilegal.
Sementara itu, yang membuat keadaan menjadi lebih buruk adalah sebagai salah satu karnivora di dunia, 77 persen dari habitat cheetah berada di luar kawasan lindung, yang membuat hewan tersebut sangat rentan terhadap tekanan manusia.
Misalnya, populasi cheetah di Zimbabwe menurun drastis dari 1.200 hingga maksimal 170 hewan dalam 16 tahun, di mana sebagian besar berkurang karena tekanan dari satwa liar dan habitat mereka di luar kawasan lindung, kata studi tersebut.
Para peneliti menyerukan "pendekatan konservasi holistik," termasuk mengintensifkan masyarakat lokal dan pemerintah trans-nasional untuk melindungi cheetah dan mempromosikan koeksistensi manusia-satwa liar yang berkelanjutan.
"Hal yang bisa dibawa pulang dari studi ini adalah bahwa mengamankan kawasan lindung saja tidak cukup," kata Kim Young-Overton, direktur program dari kelompok konservasi kucing liar Panthera cheetah.
"Kita harus berpikir lebih besar, melestarikan seluruh mosaik yang dilindungi dan tidak dilindungi jika kita ingin mencegah hilangnya cheetah untuk selamanya," tambahnya. (WDY)
Penerjemah: Sella Panduarsa Gareta
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016