Tasikmalaya (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya menyatakan, seorang gadis korban asusila oleh dukun pijat di Sukaresik, Tasikmalaya, Jawa Barat, mengalami trauma sehingga perlu pendampingan untuk menjalani proses pemulihan psikisnya.

"Ya (trauma) untuk itu dilakukan pendampingan untuk memulihkan kondisi psikisnya," kata Ketua KPAID Tasikmalaya Ato Rinanto melalui telepon seluler, Kamis.

Ia menuturkan, korban yang masih berusia belia itu mengalami trauma akibat perbuatan dukun yang dipercaya mampu mengobati berbagai penyakit termasuk memijat.

Baca juga: Siber Bareskrim ringkus pelaku pencabulan anak di medsos

Baca juga: Hari Anak Nasional, kekerasan seksual anak naik 100 persen tiap tahun

Baca juga: LPSK nyatakan pelaku kekerasan seksual anak 80 persen dikenal korban


Dukun itu, kata dia, melakukan perbuatan asusila saat korban hendak diobati, bahkan pernah melakukannya beberapa kali saat orang tua korban tidak ada di rumah.

Korban, lanjut dia, dipaksa untuk melayani perbuatannya sambil menodongkan pisau dan mengancam akan menyantet orang tua korban.

"Korban ini diancam saat orang tua korban tidak ada di rumah," katanya.

Ia menyampaikan, saat ini pelaku inisial T (41) warga Desa Banjarsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya sudah ditangkap polisi setelah dilaporkan oleh orang tuanya.

KPAID Tasikmalaya, kata Ato, telah mendampingi korban selama menjalani proses hukum di Kepolisian Resor Tasikmalaya Kota hingga proses persidangan.

"KPAID akan terus melakukan pendampingan kepada anak yang terlibat kasus," katanya.

Sementara itu, kasus asusila terhadap anak gadis telah berlangsung sejak 1 Februari 2019 kemudian berhasil terungkap oleh orang tua korban lalu melaporkannya ke polisi.

Akibat perbuatannya tersangka harus mendekam di sel tahanan Markas Polres Tasikmalaya Kota untuk menjalani proses hukum dan dijerat Pasal 81 ayat 2 dan Pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019