Jakarta (ANTARA) - Ketua Fasilitasi Pembiayaan Film Agung Sentausa Badan Perfilman Indonesia (BPI) mengatakan penyusunan kebijakan insentif untuk mengembangkan sektor perfilman Indonesia harus berdasarkan riset kredibel dan wawasan nasional.

"Perlu disusun daftar prioritas kebutuhan insentif berdasarkan penelitian yang kredibel dan wawasannya nasional," kata Agung kepada beberapa wartawan usai konferensi pers "Road to Akatara Indonesia Film Business and Market", Jakarta, Selasa.

Saat ini, pemerintah telah memberikan sejumlah insentif untuk tumbuh kembang sektor perfilman seperti bantuan insentif untuk meningkatkan kualitas perusahaan, ada hibah untuk produksi film. Tapi, ke depannya insentif yang dibutuhkan juga beragam untuk memperkuat setiap sisi sektor perfilman, misalnya perlu dilihat kebutuhan insentif untuk pembangunan infrastruktur perfilman, bioskop, dan sekolah film.

"Membuat daftar prioritas di dalam ekosistem, kemudian memutuskan insentif ini lebih tepat di mana, jangan-jangan insentif ini malah di sekolah film. Jadi pemerintah membangun lebih banyak sekolah film atau malah bukan membangun banyak sekolah tetapi menghadirkan banyak pengajar-pengajar, mentor-mentor yang lebih berkualitas dan berkelas internasional, dan sebagainya," ujarnya.

Kebijakan insentif itu juga harus merepresentasikan kebutuhan dari Sabang sampai Merauke, yang mewakili seluruh pelaku industri perfilman di Tanah Air, serta dibuat dengan melibatkan masukan dari para pemangku kepentingan terutama pelaku perfilman.

Agung mengatakan sinergi antara lembaga baik pemerintah dan swasta juga harus diperkuat untuk mendukung berkembangnya industri perfilman dan menciptakan pendanaan atau iklim investasi yang kondusif bagi perfilman Indonesia sehingga sektor ini dapat meningkatkan kontribusinya bagi perekonomian Indonesia.

Pendiri dan Direktur Eksekutif (CEO) Visinema Pictures Angga Dwimas Sasongko mengatakan insentif bagi sektor perfilman diperlukan untuk membantu mengembangkan industri perfilman Indonesia, salah satunya potongan pajak atau tax rebate di beberapa daerah.

"Dari sisi 'capital' (modal) menurut saya yang pertama tantangannya adalah bagaimana kita menciptakan industri yang 'sustainable' (berkelanjutan), yang punya budaya 'corporate governance' (tata kelola perusahaan) supaya kalau di sisi capital, investor makin percaya sama industri kita," ujarnya.
Baca juga: Bekraf : sumber daya manusia bidang perfilman harus dapat perhatian
Baca juga: Wapres ajak masyarakat majukan perfilman Indonesia
Baca juga: Bekraf gandeng Viu kembangkan ekosistem film Indonesia

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019