Makassar (ANTARA) - Perguruan Tinggi Negeri yang menghasilkan sejumlah produk alat kesehatan membutuhkan dukungan regulasi dari pemerintah untuk mewujudkan visi menekan angka impor alkes di Indonesia.

Kepala Seksi Inkubasi Bisnis dan Teknologi Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Almira Rianty di Makassar, Minggu menyampaikan alkes yang diimpor dari luar negeri untuk pelayanan kesehatan di Indonesia mencapai 90 persen.

"Makanya hal tersebut juga menjadi visi kita agar hasil karya peneliti dari berbagai perguruan tinggi bisa lebih memiliki ruang di negeri sendiri supaya Indonesia tidak lagi mengimpor alkes dari luar," ungkapnya pada pameran produk penelitian PTN yang mewarnai rapat paripurna Majelis Senat Akademik PTN Badan Hukum di Makassar.

Produk hasil karya peneliti PTN sudah mulai dikembangkan, seperti pada Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah berdiri sejak 2012 lalu. Direktorat tersebut hadir untuk hilirisasi produk serta berbagai kegiatan yang mendukung proses komersil produk, termasuk dalam bidang kesehatan dan alkes.



Meski demikian, kata Mira, proses hilirisasi dan komersilitas produk tidak lepas dari regulasi pemerintah yang harus bisa menyiapkan ruang lebih lebar bagi produk dalam negeri agar Indonesia punya daya saing dan lebih mandiri.

Salah satu kendala lainnya ialah penetrasi pasar pengguna alat kepada pihak terkait seperti klinik, pelayanan kesehatan lainnya dan rumah sakit pemerintah maupun swasta. Meski diakui telah ada permenkes yang mengatur penggunaan produk dalam negeri, namun masih membutuhkan penekanan lebih lanjut terkait hal itu.

"Kita sudah ada beberapa produk alkesnya, kerja sama dengan pemerintah seperti Kementrian Kesehatan juga sudah dijajaki dan Alhamdulillah beberapa produk dari UGM juga sudah memiliizin edar," jelas Dosen Kedokteran Gigi UGM ini.

Empat produk alkes hasil peneliti UGM yang telah mengantongi izin edar masing-masing yakni gamacha sebuah produk dental (2014), Inashunt diharapkan untuk mensubsidi impor hidrochepalus (2016), npcstripG alat skrining dini kanker nasoparing (2017) dan terbaru ialah ceraspon, sebuah spon hemostatis bermanfaat menghentikan pendarahan pasca operasi dental (2018).

Baca juga: BPJS: tarif INA CBGs hemodialisa termasuk alat sekali pakai

Ceraspon merupakan produk pertama di Indonesia serta satu-satunya produk halal untuk alkes serupa. Ceraspon dijajakan dengan harga Rp200 ribu/papan dengan isi 10 berbentuk persegi.

"Spon sejenis yang beredar, gilatinnya masih menggunakan kulit babi sedangkan Ceraspon
bahan bakunya gelatinnya kita gunakan kulit sapi, sudah beredar di kimia farma," ucapnya.
Kepala Seksi Inkubasi Bisnis dan Teknologi Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Almira Rianty saat menunjukkan Ceraspon pada pameran produk penilitian PTN di Claro Hotel Makassar, Sabtu. ANTARA Foto/Nur Suhra Wardyah

Baca juga: Menperin targetkan konsumsi alat farmasi dan kesehatan tumbuh 5 persen

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019