"ASEAN sebenarnya telah memiliki seperangkat komitmen tentang pekerja migran seperti ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers dan ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Worke
Bangkok (ANTARA) - Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengingatkan agar Presiden Joko Widodo tidak melupakan agenda dan kepentingan nasional Indonesia yang terus-menerus harus diperjuangkan dalam ASEAN yaitu perlindungan pekerja migran.

"ASEAN sebenarnya telah memiliki seperangkat komitmen tentang pekerja migran seperti ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers dan ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers," ujar Wahyu Susilo saat dihubungi di Bangkok, Thailand, Kamis.

Namun demikian masih terlihat keengganan negara-negara di kawasan ASEAN (terutama negara penerima) untuk mengoperasionalkan komitmen tersebut dalam mekanisme konkrit terkait perlindungan pekerja migran dan kemudahan arus mobilitas mereka.

Hingga saat ini, lanjut dia, dibanding dengan sektor-sektor lain di pilar sosial budaya ASEAN, sektor pekerja migran merupakan sektor yang sangat ketinggalan dalam membangun mekanisme perlindungan yang operasional dan terukur.

Masih dalam konteks perlindungan pekerja migran, ada perkembangan yang mengkhawatirkan terkait dengan potensi keterpaparan para pekerja migran pada ide-ide radikalisme dan ekstremisme kekerasan di kawasan ASEAN, kata Wahyu Susilo.

Indonesia untuk pro-aktif mempromosikan inisiatif pencegahan kerentanan tersebut dengan pendekatan non-keamanan.

Wahyu Susilo mengatakan inisiatif tersebut harus terintegrasi dalam mekanisme perlindungan pekerja migran, baik ketika berada di negara asal maupun di negara tujuan.

"Pendekatan ini membutuhkan komitmen regional," ujar dia.

Untuk hal tersebut, Migrant CARE mendesak Presiden Joko Widodo untuk tetap konsisten mendorong agenda pembicaraan mengenai perlindungan pekerja migran dan kerentanan adanya potensi keterpaparan radikalisme dan ekstremisme kekerasan, dalam pembicaraan di level Kepala Negara/Kepala Pemerintah dan menjadi salah satu konten dalam Head of State Statament yang disampaikan dalam ASEAN Summit.

Pada 20-23 Juni 2019 berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (ASEAN Summit) yang akan dihadiri oleh seluruh kepala negara/kepala pemerintahan dari seluruh negara anggota Perserikatan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN).

Dijadwalkan Presiden Joko Widodo akan menghadiri pertemuan tersebut dan membawa 3 agenda penting untuk dibicarakan dalam forum tersebut yaitu: perang dagang Amerika vs China dan dampaknya untuk kawasan ASEAN, tata kelola sampah impor dan penyelesaian krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar.

Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dengan penduduk terbesar di ASEAN tentu saja Presiden Joko Widodo akan menggunakan pengaruh kuatnya untuk mendesakkan ketiga agenda tersebut yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kontelasi ekonomi politik, lingkungan hidup serta keamanan kawasan.

Baca juga: 500 pekerja migran NTT digagalkan sepanjang Januari-Mei 2019
Baca juga: Polda NTB ungkap kasus pengiriman pekerja migran dibawah umur

Baca juga: Kemnaker koordinasi stakeholder lindungi pekerja migran Indonesia

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019