Jakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai dua poin dalam petitum permohonan Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi (MK) sangat tidak logis.

"Petitum tersebut berisi 15 poin, namun menurut pandangan saya ada dua poin yang sangat aneh dan tidak logis," ujar Feri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu.

Feri mengatakan petitum tersebut terkait dengan permintaan pemohon untuk diadakannya pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah, dan permintaan pemberhentian seluruh komisioner KPU dan menggantinya dengan yang baru.

"Pertanyaan saya, kalau PSU dilaksanakan besok pagi, tapi (komisioner) KPU diberhentikan, lantas siapa yang akan melaksanakan Pemilu? Ini benar-benar tidak diterima logika, hukum itu km harus menggunakan logika," kata Feri.

Terkait dengan permintaan PSU, Feri mengatakan permohonan tersebut tidak menjabarkan alasan yang jelas mengapa PSU perlu dilaksanakan, dan tidak ada paparan bukti sejauh mana kecurangan dilakuan tersebut secara masif, sehingga PSU harus dilakukan.

"Kalau dilihat dari indikator Bawaslu, kecurangan dikatakan masif bila terjadi di setengah wilayah atau di 50 persen daerah pemilihan, masalahnya itu tidak terlihat dalam permohonan kemarin," tambah Feri.

Selain itu Feri juga mengatakan posita permohonan Prabowo-Sandi juga bermasalah karena adanya inkonsistensi pernyataan. Dalam satu bagian, dinyatakan bahwa adanya penggelembungan suara hingga 22 juta suara, sementara di bagian lain menyebutkan 16 juta suara.

Mengingat lemahnya permohonan tersebut, ditambah dengan posita dan petitum yang bermasalah, maka kubu Prabowo-Sandi dikatakan Feri seharusnya dapat memperkuat bukti dan saksi.

"Permasalahannya bukti yang mereka miliki bisa jadi tidak sahih, tautan berita media itu merupakan opini atau dugaan, tidak cukup kuat sebagai bukti," kata Feri.

Selain itu peraturan MK yang membatasi jumlah saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan membuat tim kuasa hukum Prabowo-Sandi tidak mungkin menghadirkan saksi dari seluruh pelosok Indonesia, untuk membuktikan dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.

"Pemohon itu seharusnya sudah merinci segala permasalahan yang terjadi selama pemilu, yang diduga mempengaruhi perolehan suara, dan kalau saya lihat permohonan ini tidak cukup matang untuk diajukan," ujar Feri.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019