Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSI menilai, safari politik yang dilakukan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke kediaman Megawati Soekarnoputri menimbulkan multitafsir,

"Safari AHY menimbulkan multitafsir. Tafsir pertama, kunjungan AHY ke kediaman Megawati berbarengan dengan hari raya Idul Fitri lebih bersifat silaturahmi biasa tanpa ada embel-embel politik, karena momen ini lebih bernuansa religiusitas," kata Ahmad Atang, di Kupang, Jumat, terkait safari politik AHY.

Menurut dia, tafsir bahwa kunjungan ini lebih bersifat silaturahmi dapat dibenarkan, jika konteksnya untuk mempererat tali silaturahmi.

Namun pertanyaan yang muncul adalah kenapa hanya PDIP dan Megawati saja yang dikunjungi oleh AHY, katanya pula.

Tafsir kedua, katanya lagi, kunjungan AHY sebagai bentuk simbolik rekonsiliasi personal antara Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah lama terputus komunikasi politiknya.

Dalam konteks ini, AHY dapat menjembatani pertemuan Megawati dan SBY ke depannya.

Tafsir ketiga adalah kunjungan AHY ke kediaman Megawati sebagai bentuk untuk mempertegas posisi Demokrat pascapilpres yang mendukung dan mengakui pemenang pilres adalah paslon 01.

"Tetapi bagi saya ini wajar karena pertemuan antarpolitisi selalu bermakna ganda," katanya pula.

Tafsir keempat, yakni kunjungan AHY ke rumah Megawati tidak dalam konteks politik jangka pendek soal pilpres dan ikutannya, namun lebih bernuansa jangka panjang dalam target Pemilu dan Pilpres 2024.

Demokrat sadar betul bahwa yang menjadi gerbong politik jangka panjang masih didominasi oleh kekuatan nasionalis yang dikomandani oleh PDI Perjuangan.

Karena itu, jika Demokrat tetap mengambil jarak dengan PDIP maka nasibnya akan sama dengan periode sekarang atau bahkan lebih buruk lagi.

"Tetapi apa yang terlihat sebetulnya menggambarkan teori dramaturgi. Kita hanya bisa menduga di panggung depan, namun apa yang ada di panggung belakang hanya mereka sendiri yang tahu sebab kita berada pada ruang gelap," kata Ahmad Atang.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019