Kotabaru (ANTARA) - Sebagian besar masyarakat Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dan sekitarnya sangat mengharapkan daerah yang diberi julukan "Bumi Bersujud" dipilih sebagai daerah pemindahan ibu kota negara.

"Kabupaten Tanah Bumbu yang digadang-gadang akan dijadikan ibukota Indonesia tersebut sangat layak sebagai Jakarta yang 'kedua'," kata salah satu tokoh agama dan masyarakat Kabupaten Tanah Bumbu, KH Fadli Muiz, di Batulicin, Kamis

Menurutnya, Kabupaten Tanah Bumbu sangat layak dijadikan daerah untuk pemindahan ibukota negara berdasarkan letak geografis dan kontur tanah yang sangat mendukung apabila dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Pulau Kalimantan.

Bahkan Kabupaten Tanah Bumbu juga memiliki kekayaan alam seperti batubara dan yang lainnya, sangat mendukung untuk menjadi pusat bisnis dan pemerintahan.

Selain itu, Tanah Bumbu juga memiliki kelebihan lain, seperti perairan laut sangat strategis untuk dikembangkan menjadi pelabuhan internasional, karena letaknya diantara perbatasan Laut Jawa dan Laut Sulawesi.

Sejumlah infrastruktur sudah tersedia untuk menjadi awal dari pemindahan ibu kota negara, di antaranya telah dibangunnya jalan bebas hambatan atau Tol Batulicin-Banjarbaru yang langsung terhubung dengan Bandara Internasional Syamsudin Noor, sehingga bisa memotong jalan yang semula panjangnya 265 kilometer kalau melewati jalan protokol menjadi 130 kilometer.

Secara geografis, Tanah Bumbu berada di tengah-tengah Indonesia, sehingga akses dari pulau-pulau lain seperti Jawa, Sulawei, Sumatera, Papua akan lebih mudah dan lebih cepat.

Dari struktur tanah, Tanah Bumbu memiliki tanah perbukitan yang sangat kuat untuk menahan bangunan bertingkat empat, atau lebih dibandingkan dengan Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang struktur tanahnya banyak yang rawa.

"Dengan kekayaan alam di Kabupaten Tanah Bumbu yang sangat melimpah, seperti pertambangan, perkebunan, hasil hutan dan lain sebagainya, masyarakat sangat mengharapkan wacana pemindahan ibukota negara di "Bumi Bersujud" segera terwujud," paparnya.

Pewarta: Imam Hanafi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019