Semarang (ANTARA) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Semarang mengungkap tiga kasus penjualan obat penenang ilegal yang penjualannya tidak dilakukan oleh sarana farmasi resmi selama triwulan pertama 2019.

"Selama Januari hingga Maret ditemukan tiga kasus penjualan obat keras tanpa izin edar yang dijual secara 'online'," kata Kepala BBPOM Semarang Safriansyah di Semarang, Jumat.

Dari tiga kasus tersebut, kata dia, diamankan barang bukti sekitar 105 ribu butir obat keras tanpa merek.

Ia menjelaskan obat-obatan ilegal tersebut antara lain Aprazolam, Trihexiphenidil, dan Chlorprkmazine yang termasuk golongan obat benzodiazepine, yakni obat yang bekerja dengan menekan saraf pusat.

"Obat-obatan ini menimbulkan efek halusinasi bagi pengonsumsinya, serta dapat pula menyebabkan kecanduan," kata dia.

Di sarana resmi farmasi, lanjut dia, obat-obat ini bisa diperoleh harus dengan resep dokter.

Oleh karena itu, tiga tersangka yang dijerat dalam kasus obat-obatan ilegal ini menjual secara daring.

Ia menyebut banyak pengonsumsi obat-obatan ini masih berusia muda.

Selain harganya lebih murah dibanding narkotika, kata dia, obat-obatan ilegal ini juga memberikan efek yang sama seperti narkotika.

105 ribu butir obat ilegal senilai Rp218 juta tersebut selanjutnya dimusnahkan dengan menggunakan mesin incinerator.

Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019