Jakarta (ANTARA) - Ketua Gakkumdu Bawaslu Jakarta Utara Benny Sabdo mengatakan status pencalonan Caleg DPRD DKI Jakarta dari Partai Amanat Nasional (PAN) Nurhasanudin yang divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara ada di tangan Komisi Pemilihan Umum.

"Kalau gugur tidaknya, kewenangan ada di KPU. KPU yang akan membuat keputusan apakah caleg ini akan dicoret," kata Benny di kepada media di PN Jakarta Utara, Senin.

Benny mengatakan status Nurhasanudin saat hingga saat ini masih menjadi caleg.

"Tentu sekarang masih caleg, nanti kalau sudah digugurkan atau dicoret dari KPU tentu statusnya gugur. Ada mekanismenya untuk itu," ujarnya.

Dijelaskan Benny, apabila status Nurhasanudin gugur sebagai caleg, suara yang diterimanya akan diberikan kepada partai.

"Nama Nurhasanudin pasti sudah tercetak di surat suara, apabila ada yang memilihnya, suaranya tetap sah tapi akan masuk ke partai," ujarnya.

Seperti yang diberikan sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Chrisfajar Sosiawan menyatakan Caleg PAN dari Dapil Jakarta Utara Nurhasanudin terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pemilu dalam hal ini kampanye di tempat ibadah.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta, dengan masa percobaan enam bulan.

Jaksa penuntut umum dan kuasa hukum Nurhasanudin menyatakan pikir-pikir. JPU dan kuasa hukum memiliki waktu tiga hari ke depan untuk mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Dalam hal ini kuasa hukum dan JPU masih menyatakan pikir-pikir. Kita nanti akan ada pembahasan keempat dalam Gakkumdu bersama JPU untuk memutuskan apakah akan melakukan banding ke pengadilan tinggi," ujarnya.

Sidang putusan tersebut memutuskan bahwa Nurhasanudin dan pelaksana kampanye Syaiful Bachri telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pemilu.

Menurut majelis hakim, Nurhasanudin bersama Syaiful Bachri terbukti melakukan kegiatan kampanye di Musholla Qurotul' Ain RT 009/RW 003 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Fedrik Adhar mendakwa kedua terdakwa dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf h berbunyi, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan."

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019