Selain itu, kini debit air pada sumber-sumber air utama di Pegunungan Cycloop berkurang, tidak hanya itu hilangnya beberapa spesies kunci seperti Edkina, Kasuari, Cenderawasih, Kanguru pohon dan Mambruk karena rusaknya habitat,
Jayapura (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua mendorong penegakan hukum secara tegas bagi para perambah di kawasan cagar alam Cycloop.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Papua, Edward Sembiring, di Jayapura, Kamis, mengatakan Cycloop kini mengalami kerusakan parah karena adanya perambahan di kawasan penyangga dan cagar alam berupa pembukaan kebun, penebangan kayu, pembuatan arang, bahan galian C dan pemukiman ilegal.

"Selain itu, kini debit air pada sumber-sumber air utama di Pegunungan Cycloop berkurang, tidak hanya itu hilangnya beberapa spesies kunci seperti Edkina, Kasuari, Cenderawasih, Kanguru pohon dan Mambruk karena rusaknya habitat," jelasnya.

Menurutnya, kawasan cagar alam Cycloop memang hanya 8,3 persen dari areal terbuka, namun kondisi yang paling mengkhawatirkan adalah aktivitas perambahan di areal terbuka dalam bentuk peladangan tradisional, pemukiman dan areal tidak berhutan serta adanya aktivitas galian C atau tambang di daerah penyangga yang sangat mengancam kelestarian wilayah tersebut.

"Tekanan pemukiman di kawasan penyanggah sangat tinggi, kemudian perambahan dan perburuan, aktifitas wisata, pendakian di dalam kawasan ikut mengancam, ini juga ikut memicu mengeringnya sumber air utama dan banjir di saat musim hujan," ujarnya.

Senada dengan Edward, Kasat Polhut BBKSDA Provinsi Papua, Purnama Asari mengatakan menjaga Cycloop adalah tanggung jawab semua pihak, namun banyak pihak terlihat tidak peduli dan seakan membiarkan instansi terkait bekerja sendiri.

"Kasus terbanyak yang dilihat di lapangan, adalah perambahan areal terbuka untuk berkebun di daerah penyangga cagar alam, sementara pemanfaatan kayu hanya sedikit karena masih bersifat tradisional untuk penyangga rumah dan kayu arang," katanya.

Dia menambahkan sejauh ini pihaknya sudah melakukan langkah preventif dan represif, namun sulitnya dalam penegakan hukum terkait pelanggaran lingkungan ini adalah masyarakat yang masih berada di pinggiran kawasan, pasalnya akan tetap berkebun.

Pewarta: Hendrina Dian Kandipi
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019