Jakarta (ANTARA) - Apabila seseorang terlanjur mengalami gagal jantung, maka memperbaiki pola hidup dan faktor risiko adalah tindakan yang wajib pasien tempuh.

"Kalau sudah terjadi gagal jantung, lakukan prevensi sekunder. Perbaiki pola hidup, stop merokok dan memilih makanan sehat," kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Columbia Asia Pulomas, Jakarta, dr Dicky Armein Hanafy, SpJP(K), FIHA, di Jakarta, Selasa.

Dari sisi pola makan, dia menyarankan pasien mengurangi lemak total hingga kurang dari 30 persen dari total asupanasupan energi, konsumsi asam lemak jenuh tidak lebih dari sepertiga total lemak dan kolesterol kurang dari 300 miligram per hari.

"Ganti asam lemak jenuh dengan lemak tidak jenuh dari sayuran dan makanan laut. Tingkatkan asupan buah, sereal dan sayuran. Kurangi asupan kalori bila berat badan perlu diturunkan dan kurangi asupan garam dan alkohol bila tekanan darah tinggi," ujar Dicky.

Selain itu, beraktivitas fisik dan perlahan meningkatkan frekuensinya, makan obat sesuai anjuran dan kontrol ke dokter jjuga menjadi keharusan pasien gagal jantung.

Hal lain yang tak kalah penting adalah mengenali faktor risiko penderita gagal jantung dan memperbaikinya. Faktor risiko ini antara lain dipicu hipertensi, penumpukan lemak di pembuluh darah jantung sehingga suplai oksigen dan darah terganggu, penyakit otot jantung karena hipertensi, faktor genetika, gangguan irama jantung dan kebiasaan mengonsumsi alkohol.

Dicky mengungkapkan, bila gagal jantung terjadi maka penderita akan sulit pulih. Namun, banyak modalitas terapi untuk memperbaiki gagal jantung.

"Terapi medikamentosa masih menjadi tulang punggung pengobatan gagal jantung, harus dimaksimalkan. Tujuan dari pengobatan gagal jantung adalah memperbaiki kualitas hidup dan angka harapan hidup penderita," ungkap dia.

Gagal jantung terjadi saat jantung gagal memompa darah dalam jumlah memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme. Ini merupakan kondisi akhir dari setiap penyakit jantung termasuk aterosklerosis pada arteri koroner, serangan jantung, kelainan katup jantung maupun kelainan bawaan.

Baca juga: Waktu terbaik penanganan serangan jantung di bawah tiga jam
Baca juga: Alasan pasien serangan jantung akut harus segera ditangani dalam 12 jam

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2019