Jakarta (ANTARA) - Pada Jumat, 15 Maret 2019 dunia dibuat sangat terkejut sekaligus sedih dan marah dengan aksi teror keji yang terjadi di Selandia Baru, satu negara yang biasa dikenal dengan ketenangannya.

Pada hari itu teroris sadis melakukan penembakan massal terhadap umat Muslim yang melaksanakan ibadah sholat Jumat di dua masjid di Selandia Baru hingga menewaskan sebanyak 49 orang dan membuat puluhan orang lainnya terluka dalam serangan yang berlangsung selama beberapa menit itu.

Insiden berdarah itu terjadi di masjid Linwood Avenue dan masjid Al-Noor di Deans Avenue, yakni dua masjid yang terletak di kota Christchurch, Selandia Baru.

Serangan teror sadis itu pun menimpa sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang sedang beribadah di dua masjid tersebut.

Perlindungan WNI
Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI di Selandia Baru dalam upaya memberikan perlindungan bagi warganya mencari tahu kondisi warga negara Indonesia (WNI) di negara itu, terutama mereka yang bermukim di kota Christchurch.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memerintahkan kepada Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya untuk mengirimkan satu tim dari KBRI Wellington untuk memeriksa kondisi para WNI di kota Christchurch. Kemenlu RI mencatat ada sebanyak 331 orang WNI di kota Christchurch, termasuk 134 mahasiswa.

Menurut informasi yang dihimpun oleh tim Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Wellington diketahui bahwa sebanyak enam orang WNI berada di masjid Al-Noor di kota Christchurch pada saat serangan terjadi.

"Saat terjadi penembakan, ada enam WNI di masjid itu," ujar
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi setelah menerima kabar dari pihak KBRI Wellington.

Dari keenam WNI di masjid Al-Noor, lima orang telah melaporkan diri ke KBRI Wellington bahwa mereka dalam keadaan sehat dan selamat. Sementara satu orang bernama Muhammad Abdul Hamid masih belum diketahui keberadaannya.

Sementara dari masjid Linwood, KBRI Wellington menemukan bahwa dua WNI, yakni seorang ayah dan anaknya, tertembak dalam serangan teror itu.

Berdasarkan informasi dari KBRI, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menyebutkan bahwa kondisi sang ayah yang bernama Zulfirmansyah masih kritis dan dirawat di ruang ICU Christchurch Public Hospital. Sementara anaknya dalam keadaan yang lebih stabil dan berada di ruang perawatan biasa.

Akan tetapi, berbagai upaya yang dilakukan untuk menghimpun informasi mengenai keberadaan dan keadaan para WNI di Christchurch pada saat dan  penembakan bukanlah hal yang mudah.

Tim dari KBRI Wellington menemui hambatan karena tidak mendapatkan akses penerbangan menuju ke Christchurch. Hal itu disebabkan bandara di kota tersebut ditutup oleh pihak otoritas setempat untuk alasan keamanan. Sementara jarak dari Wellington ke Christchurch mencapai 440 kilometer.

Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi para WNI di Christchurch, tim KBRI Wellington berupaya mengumpulkan informasi melalui koordinasi dengan kelompok warga Indonesia di kota tersebut.

"Tim KBRI Wellington yang menuju ke sana (Christchurch) ternyata terhambat karena penerbangan menuju ke sana dibatalkan. Informasi mengenai WNI yang diterima KBRI didapat dari kelompok WNI yang ada di kota tersebut," kata Arrmanatha.

Dia menyebutkan bahwa pihak otoritas Selandia Baru melarang semua penerbangan dari dan ke kota Christchurch pascaperistiwa penembakan di dua masjid di kota tersebut.

"Kota Christchurch dalam kondisi 'locked down' saat ini, tidak ada penerbangan yang bisa masuk ke sana. Polisi Selandia Baru sedang mengamankan bandara Christchurch sehingga tidak ada penerbangan dari dan ke kota tersebut," ujar dia.

Selanjutnya, tim perlindungan WNI dari KBRI Wellington masih harus terus memantau perkembangan situasi dan kondisi para WNI di Christchurch pascaperistiwa penembakan keji tersebut melalui koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk otoritas keamanan, rumah sakit dan Perhimpunan Pelajar Indonesia setempat.

Imbauan 
Untuk upaya perlindungan selanjutnya, Pemerintah Indonesia melalui KBRI Wellington mengeluarkan surat himbauan kepada seluruh komunitas WNI di Selandia Baru untuk tetap tenang dan waspada, serta mematuhi peraturan dan petunjuka dari pihak keamanan di Selandia Baru.

Selain itu, WNI di Christchurch serta sejumlah kota lain yang informasinya terdaftar di KBRI Wellington pun telah dihubungi untuk diperiksa keadaannya.

KBRI Wellington sampai sekarnag masih terus memonitor keadaan di lokasi kejadian, termasuk kondisi di bandara Christchurch, dalam rangka pengiriman bantuan dan tim konsuler ke Christchurch.

Tidak hanya itu, KBRI Wellington membuka layanan hotline dengan nomor +64211950980, +6421366754, dan +64223812065. Pemerintah Selandia Baru juga membuka hotline untuk keluarga korban pada nomor 0800-115-019.

Pihak Kepolisian Selandia Baru telah menetapkan seorang warga negara Australia sebagai tersangka penembakan dan akan segera dituntut ke pengadilan Selandia Baru.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pun telah mengutuk aksi penembakan tersebut dan menyebut tindakan keji itu sebagai aksi terorisme.

Indonesia bersama dengan negara-negara lain serta badan-badan internasional telah mengecam keras aksi teror penembakan massal di dua masjid di Selandia Baru.

"Fakta bahwa ada aksi penembakan di masjid saat ibadah itu tindakan yang patut dikecam. Untuk itu, kami mengecam aksi penembakan yang dilakukan di masjid di kota Christchurch saat umat Islam sedang melakukan ibadah," kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Jakarta, Jumat (15/3).

Pemerintah dan rakyat Indonesia pun menyampaikan duka cita mendalam kepada korban dan keluarga korban serta berharap tragedi serupa tidak akan pernah terjadi lagi. 

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019