Jakarta (ANTARA) - Ahli psikologi dari Universitas Airlangga, Nur Ainy Fardana, menilai perlu ada pembedaan antara guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal dengan informal karena konsekuensi yang melekat pada profesi guru.

"Kenapa ada pembedaan guru formal dan nonformal, karena status guru melekat dari konsekuensi yang dilakukan guru di lembaga-lembaga itu," ujar dia, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.

Ia menyatakan itu ketika memberikan keterangan mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan uji UU Nomor 14/2005 (UU Guru dan Dosen) serta UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Ia berpendapat anak usia dini lebih tepat masuk ke pendidikan seperti PAUD nonformal atau kelompok bermain, karena konsep yang ditawarkan jenjang ini sesuai usia tumbuh-kembang anak.

Pembedaan formal dan nonformal ini, dia bilang, memang diperlukan sehingga fungsi dan tugas satu dengan yang lain dapat saling mendukung. "Pendidikan formal harus dilengkapi dengan pendidikan informal begitupun sebaliknya," ujar Ainy.

Pada sidang pendahuluan, Anisa Rosadi selaku pemohon yang berprofesi sebagai guru PAUD menyebutkan pasal-pasal itu telah merugikan hak konstitusionalnya, karena hanya mengakui tenaga pengajar pada PAUD formal yang berprofesi sebagai guru. Sementara tenaga pengajar pada PAUD nonformal tidak diakui sebagai guru.

Menurut pemohon hal ini berakibat pada terganjalnya hak pemohon untuk mendapatkan jaminan mengembangkan kompetensi seperti sertifikasi guru, dan jaminan kesejahteraan.

Oleh sebab itu pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 1 angka 1 dan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "termasuk pula Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur nonformal".

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019