Jakarta (ANTARA News) - Organisasi komunitas peduli kualitas hidup orang dengan HIV-AIDS, konsumen narkoba serta kaum marginal lainnya di Indonesia, Rumah Cemara, menyebut penggunaan Napza semestinya dimasukkan dalam kategori masalah kesehatan, bukan pelanggaran hukum.

"Yang kami kritisi adalah perundang-undangan dan kebijakan yang masih bersifat menghukum khususnya pada pengguna Napza," tutur Koordinator Advokasi Rumah Cemara Subhan H Panjaitan di Jakarta, Rabu.

Berbagai referensi internasional menyebut penggunaan napza merupakan sebuah penyakit masalah kesehatan sehingga Subhan menilai Indonesia tidak hanya darurat narkotika, melainkan juga darurat masalah kesehatan.

Apabila dihukum, tutur Subhan, pengguna Npza akan menerima stigma negatif dan justru semakin didiskriminasi oleh masyarakat.

Ia mengatakan 50 persen penghuni lembaga pemasyarakatan karena kasus penyalahgunaan Napza, baik pengedar mau pun pemakai.

Dengan hidup di dalam lapas, kondisinya justru tidak kondusif untuk pencegahan prevalensi penularan penyakit karena penyalahgunaan Napza seperti HIV-AIDS, hepatitis B dan C serta TBC.

"Data minim tentang prevalensi penularan penyakit-penyakit tersebut di dalam lapas," kata dia.

Untuk itu, pihaknya mendorong agar program pengurangan dampak buruk napza menjadi strategi yang menitikberatkan pada pendekatan kesehatan publik.

Selain itu, Rumah Cemara menyerukan Indonesia tanpa stigma dengan mendorong peningkatan pemahaman masyarakat pada masalah penggunaan napza serta HIV-AIDS.

Baca juga: Kemenkumham bangun rutan narkotika di KEK Belitung

Baca juga: BNN bongkar peredaran narkoba dikendalikan dari lapas Sleman

Baca juga: ODHA masih ditekan stigma negatif di tempat kerja


Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019