Pelayaran nasional masih dihadapkan sejumlah tantangan, terutama dalam kebijakan moneter yang masih di atas 12 persen, sedangkan margin profit pelayaran nasional masih satu digit
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) menilai pertumbuhan industri tersebut belum terlalu optimal di 2019, karena masih dihadapkan pada sejumlah tantangan.

"Pelayaran nasional masih dihadapkan sejumlah tantangan, terutama dalam  kebijakan moneter yang masih di atas 12 persen, sedangkan margin profit pelayaran nasional masih satu digit," kata  Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.

Di sisi fiskal, katanya, pelayaran nasional juga masih dibebani sejumlah pajak yang antara lain seperti PPN atas pembelian BBM pelayaran dalam negeri.

Menurutnya, pada dasarnya pelayaran nasional hanya membutuhkan perlakuan setara seperti negara lain memberlakukan kebijakan kepada industri pelayaran mereka.

Jika kebijakan sudah mengarah pada perlakuan setara ini, dia optimistis pelayaran akan kian berdaya saing dan mampu mencatatkan kinerja positif, yang pada akhirnya memberikan kontribusi lebih besar bagi ekonomi nasional.

"Pelayaran ini motor bagi industri lainnya, seperti galangan, industri komponen kapal, asuransi dan pendidikan sumber daya manusia. Jika pelayaran tumbuh, maka industri terkait lainnya akan ikut tumbuh," kata Carmelita.

Tantangan lainnya, tambahnya terkait efisiensi biaya kepelabuhanan dalam menekan biaya logistik, dan juga pendataan jumlah, ukuran dan jenis kapal yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah.   

Witono Soeprapto, Wakil Ketua I DPP INSA mengatakan pada tahun ini  pelayaran nasional secara umum tumbuh tipis, khusus angkutan general cargo masih dihadapkan pada pertumbuhan yang kurang meyakinkan.

Sektor general cargo diprediksi akan semakin terpuruk mengingat fasilitas kepelabuhanan selalu memprioritaskan kapal kontainer, sehingga menghadapi tantangan potensi terjadinya kongesti. Sedangkan komoditas untuk general cargo sudah banyak berkurang, dan lebih banyak muatan-muatan curah bahan baku.

"Dari dulu, tantangan sektor ini terkait kekhawatiran terjadinya kongesti pelabuhan karena pelabuhan memprioritaskan kontainer. Lain itu, muatan kapal ini juga terus berkurang," kata Witono.

Adapun sektor kontainer domestik akan sangat dipengaruhi pada kinerja ekonomi Indonesia. Dari kuartal I hingga III 2018, ekonomi nasional tumbuh berkisar 5 persenan. Pada RAPBN 2019, ekonomi nasional juga dipatok tumbuh 5,3 persen. Dengan melihat itu, sektor kontainer diprediksi mencatatkan pertumbuhan yang tidak jauh berbeda.

Baik sektor kontainer dan general cargo juga mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi, seiring dengan permintaan dan penawaran muatan pada momen-momen tertentu. Di hari-hari besar keagamaan dan akhir tahun jumlah muatan akan ikut naik.

Meski angkutan ekspor impor masih didominasi pelayaran asing, sektor kontainer pelayaran nasional optimistis akan mencatatkan kinerja lebih baik pada tahun depan. Namun peningkatan jumlah muatan tidak terjadi pada kegiatan impor, kecuali untuk komoditas bahan baku.

“Salah satu tantangan pelayaran kontainer saat ini terkait pemberlakuan serfitikat keselamatan kontainer, yang seharusnya merujuk pada 'best common international practice'. Dan hingga kini, sektor kontainer juga tengah mempersiapkan diri dalam era digital.”

Catatan sektor anjungan minyak lepas pantai di 2018 hanya  mengalami  pertumbuhan tipis, meski utilisasinya sudah 50 persen. Kondisi ini  disebabkan perusahaan minyak masih melakukan efisiensi di tengah tantangan fluktuasi harga minyak dunia. Dalam RAPBN 2019, harga minyak dipatok berkisar  70 dolar AS/ barel dengan produksi minyak 750.000 barel per hari.

Baca juga: INSA jalin kerja sama dengan TNI
Baca juga: INSA soroti pengenaan tarif di pelabuhan

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019