Jayapura, Papua (ANTARA News) - Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya, mengatakan, anggota parlemen Selandia Baru menyatakan tidak akan membantu gerakan Papua Merdeka.

Pernyataan itu disampaikan juru bicara anggota parlemen Selandia Baru, Louisa Wall, dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat asal Papua, Frans Albert Yoku, di Wellington, Rabu (19/12), kata duta besar Indonesia itu, kepada ANTARA, di Jayapura, Sabtu.

Yahya yang dihubungi melalui telepon selularnya mengatakan, Wall yang berasal dari Partai Buruh dalam pertemuan itu menghargai seluruh penjelasan yang diberikan kepala perwakilan resmi Indonesia itu.

Wall menyimpulkan tidak ada gunanya lagi mendukung gerakan aktivis Papua Merdeka, termasuk di dalamnya upaya yang sedang digalang untuk memasukkan Papua dalam Daftar Dekolonisasi di PBB.

Para anggota parlemen itu, kata Yahya, berjanji membantu pemerintah Indonesia mempercepat kemajuan di segala bidang di Papua.

Dalam pertemuan dengan empat anggota parlemen Selandia Baru yang menandatangani Deklarasi Westminster (deklarasi dukungan untuk Papua Merdeka) yang berlangsung penuh keakraban itu, juga dijelaskan, penyelesaian masalah itu tidak semudah membalik telapak tangan.

Ia mengatakan, penyelesaian masalah HAM akan dilakukan secara transparan dan segera walaupun tidak mudah.

Menurut dia, pendukung aktivis kemerdekaan Papua di luar negeri banyak memberikan informasi yang salah dan dibelokkan sehingga menyudutkan dan merugikan Indonesia.

"Secara faktual sejarah reintegrasi Papua ke dalam NKRI yang sah, final, mengikat, dan mengikuti hukum internasional," ujarnya.

Reintegrasi Papua ke dalam NKRI diputuskan PBB melalui Resolusi PBB Nomor 2504/1969, kata dia.

Dalam pertemuan itu, dia didampingi Atase Pertahanan di Kedutaan Besar Indonesia di Wellington, Kolonel Infantri Iwan Suryono, dan Kordinator Fungsi Politik Kedutaan Besar Indonesia di Wellington, Elleanora Tambunan, serta staf dari Kementerian Luar Negeri, Jovanka Siahainenia, dan anggota parlemen Selandia Baru keturunan Indonesia, Marja Lubeck.

Menyinggung soal pelanggaran HAM yang sempat ditanyakan salah satu anggota parlemen, Yahya mengatakan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan semua otoritas terkait untuk menuntaskan masalah pelanggaran HAM pada masa lalu secara transparan dan segera.

"Pemerintah Indonesia secara bersungguh-sungguh berupaya menyelesaikan masalah tersebut yang banyak disorot dunia," katanya.

Dalam pertemuan itu, lanjut dia, Yoku menyatakan, mereka yang menamakan diri wakil rakyat Papua di luar negeri tidak mewakili siapa-siapa di Papua.

"Mereka bukan mewakili kami karena mereka sendiri bukan lagi warga negara Indonesia," kata Yahya, mengungkapkan pernyataan Yoku.

Yoku juga menyatakan bangga pembangunan di Papua terus dilakukan dengan memperhatikan dan melindungi hak warga.

Pemerintah juga membantu dengan program peningkatan kapasitas serta membuat warga setempat lebih pintar dan maju, termasuk memberikan otonomi khusus kepada Papua melalui UU Nomor 21/2001. Pada masa Orde Baru, pemerintah menamakan Provinsi Papua (dan juga Provinsi Papua Barat, kemudian) sebagai Provinsi Irian Jaya. 

"Masih banyak orang Papua yang belum sejahtera itu disebabkan adanya korupsi yang menjadi penyakit utama," kata sang duta besar Indonesia itu mengutip pernyataan Yoku.

Pewarta: Evarukdijati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018