Itu kewenangan penyidik, mungkin penyidik menilai bahwa alat bukti cukup dan mungkin penyidik mau mempercepat proses segera selesai."
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan alasan terkait penahanan terhadap Idrus Marham (IM) yang merupakan tersangka suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

"Kan sudah kami tetapkan sebagai tersangka berarti sudah ada minimal dua alat bukti yang cukup dan saya pikir penahanan semakin cepat semakin baik. Merupakan hak tersangka untuk segera diproses sesuai KUHAP kalau dia segera ditahan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Jumat.

Untuk diketahui, KPK pada Jumat menahan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar itu selama 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK yang berlokasi di belakang gedung Merah Putih KPK Jakarta.

"Kita proses dalam 20 hari, syukur-syukur dalam satu bulan kami bisa selesaikan berkasnya dan kami limpahkan ke Pengadilan dibanding kami tunda-tunda. Karena itu, salah satu hak dari tersangka supaya proses hukumnya berjalan tepat," ucap Alexander.

Ia pun menyatakan penahanan terhadap Idrus tersebut merupakan hak dari penyidik KPK.

Hal tersebut terkait langsung ditahannya Idrus setelah diperiksa KPK untuk pertama kalinya pada Jumat (31/8) setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (24/8) lalu.

"Itu kewenangan penyidik, mungkin penyidik menilai bahwa alat bukti cukup dan mungkin penyidik mau mempercepat proses segera selesai," kata Alexander.

Seusai menjalani pemeriksaan sekitar empat jam, Idrus menyatakan akan menghormati proses penyidikan terhadap dirinya di KPK.

"Jadi gini seperti yang sudah saya jelaskan tadi dan sebelumnya bahwa saya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK dan saya dari awal menyatakan siap mengikuti seluruh proses-proses dan tahapan-tahapan yang ada," kata Idrus yang telah mengenakan rompi jingga tahanan KPK itu.

Selain Idrus, KPK terlebih dahulu menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih (EMS) dan Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan Johannes bila PPA (purchase power agreement) proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan Johannes dan kawan-kawan.

Idrus diduga bersama-sama dengan Eni yang diduga telah menerima hadiah atau janji dari Johanes, pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau I.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Idrus disangkakan pasal 12 ayat (1) huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 ke-2 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tersangka Eni juga diketahui telah mengembalikan uang Rp500 juta kepada penyidik KPK.

Baca juga: KPK tahan Idrus Marham di Rutan Cabang KPK K4

Baca juga: Idrus Marham akan kooperatif jalani proses hukum

Baca juga: KPK miliki bukti komunikasi Idrus Marham-Eni Saragih

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018