Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo, dalam tiga pidato yang dibacakannya di Gedung MPR/DPR/DPD di Jakarta pada 16 Agustus 2018, telah membeberkan berbagai fakta pencapaian ekonomi yang telah dicapai oleh Kabinet Kerja selama ini.

Dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2018, Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemerintah menginginkan rakyat yang tinggal di wilayah perbatasan, pulau-pulau terluar dan kawasan 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal ) agar bisa merasakan kehadiran negara Republik Indonesia melalui kerja nyata membangun negeri.

Presiden mengatakan dalam kurun waktu hampir empat tahun ini, pemerintahan yang dipimpinnya berjuang memulihkan kepercayaan rakyat untuk membangun negeri secara merata dan berkeadilan dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Sebagai negara besar, dengan rentang geografis yang sangat luas yang dihuni oleh 260 juta jiwa dari 714 suku, pemerintah terus memastikan negara bekerja nyata mengurus dan melindungi segenap bangsa.

"Mulai tahun pertama pemerintahan, kita membangun fondasi yang kokoh untuk menuju Indonesia yang lebih maju. Karena itu, pemerintah fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur serta peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa," katanya.

Presiden Jokowi menuturkan, percepatan pembangunan infrastruktur bukan hanya dimaksud untuk mengurangi ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur dibanding dengan negara lain.

Percepatan pembangunan juga dilakukan guna menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru yang mampu memberikan nilai tambah bagi daerah-daerah di seluruh penjuru tanah air.

Itulah sebabnya, ujar Jokowi, infrastruktur tidak hanya dibangun di Jawa, tapi di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, sampai Tanah Papua karena, sebagai bangsa yang majemuk, kita ingin tumbuh bersama, sejahtera bersama, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Presiden juga menilai masih banyak pihak yang salah pengertian saat pemerintah gencar membangun infrastruktur fisik seperti jalan tol, bandara, termasuk transportasi massal seperti MRT atau LRT.

Kepala Negara memastikan pembangunan infrastruktur fisik harus dilihat sebagai cara untuk mempersatukan bangsa serta mempercepat konektivitas budaya yang bisa mempertemukan berbagai budaya yang berbeda di seluruh Nusantara.

Hasil pembangunan akan membuat orang Aceh bisa mudah terhubung dengan orang Papua, orang Rote bisa terhubung dengan saudara-saudaranya di Miangas, sehingga seluruh warga negara semakin bisa merasakan sebagai saru bangsa, satu tanah air.

Presiden memaparkan dalam upayanya menyasar 40 persen lapisan masyarakat terbawah, pemerintah menjalankan program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, serta peningkatan akses permodalan bagi usaha ultra mikro, usaha mikro, dan usaha kecil.

Untuk mendorong perkembangan usaha UMKM, pemerintah menurunkan tarif pajak final UMKM menjadi 0,5 persen serta penajaman KUR yang bisa dinikmati 12,3 juta UMKM.

Selain itu, untuk memberikan jaminan perlindungan sosial, pemerintah bekerja menjaga stabilitas harga bahan-bahan pokok, menyalurkan Program Keluarga Harapan kepada 10 juta keluarga penerima manfaat, serta mereformasi sistem bantuan pangan menjadi program bantuan nontunai, agar lebih tepat sasaran, dan cakupannya akan ditingkatkan menjadi 15,6 juta penerima manfaat pada tahun 2019.

"Dengan kerja nyata, rasio gini sebagai indikator ketimpangan pendapatan terus kita turunkan, yang saat ini berhasil kita turunkan dari 0,406 menjadi 0,389," katanya.


Kemudahan berusaha

Pemerintah mendorong kemudahan berusaha dalam berbagai skala dengan melaksanakan reformasi struktural mengingat kemudahan berusaha merupakan faktor kunci dalam meningkatkan investasi.

Kepala Negara mengatakan kemudahan berusaha dalam berbagai skala turut didorong pemerintah dengan reformasi struktural, termasuk dengan reformasi sistem perizinan.

Melalui reformasi sistem perizinan, lanjutnya, pemerintah mendorong standardisasi menjadikan birokrasi perizinan di tingkat pusat dan daerah lebih mudah, lebih cepat, dan juga lebih terintegrasi.

Presiden juga mengklaim berbagai program reformasi struktural telah meningkatkan daya saing perekonomian nasional secara signifikan.

Di antaranya peringkat Kemudahan Berbisnis atau Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia melompat 48 peringkat selama tiga tahun menjadi posisi 72 pada tahun 2018. Peringkat Indonesia dalam Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) juga tercatat naik 5 peringkat dari posisi 41 di tahun 2016 menjadi posisi 36 di tahun 2017.

Kepercayaan dunia internasional terhadap ketangguhan dan prospek positif ekonomi Indonesia juga terlihat dengan diraihnya peringkat "investment grade" (layak investasi) dari lembaga-lembaga pemeringkat internasional ternama, seperti Moody`s, Fitch dan S&P.

Kepercayaan internasional tersebut dinilai Presiden adalah momentum untuk meningkatkan investasi dan mendorong ekspor produk, termasuk ke negara-negara nontradisional, sehingga peningkatan investasi dan ekspor adalah kunci apabila bangsa ini ingin memiliki ekonomi yang tangguh.

Kepala Negara memaparkan, pemerintah melakukan penyelesaian sertifikasi tanah bagi rakyat sehingga rakyat terhindar dari konflik kepemilikan lahan dan juga rakyat memiliki kepastian hukum atas kepemilikan aset, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif serta peningkatan kesejahteraan keluarga.

Langkah percepatan itu membuat penerbitan sertifikat dari yang tadinya hanya selesai 500 ribu atau 800 ribu bidang sertifikat per tahun, saat ini sudah jutaan sertifikat tanah bisa diselesaikan setiap tahunnya.

Bersamaan dengan sertifikasi tanah, Pemerintah juga terus menggencarkan reforma agraria dan redistribusi lahan. Sampai tahun 2017 telah dilepaskan area dari kawasan hutan negara, sekitar 977 ribu hektare.

Selain itu, ujar dia, keberpihakan pada rakyat juga turut diwujudkan pemerintah dengan program pembangunan sejuta rumah serta memperluas akses perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

Presiden juga menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai langkah terobosan untuk memastikan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain melalui program BBM Satu Harga serta program Dana Desa.

Kepala Negara mengungkapkan, dengan peningkatan jumlah Dana Desa yang sejak tahun 2015 hingga tahun 2018 total alokasinya sudah mencapai Rp187,65 triliun.

Jokowi menuturkan, program Dana Desa difokuskan antara lain adalah untuk perbaikan pelayanan infrastruktur dasar bagi warga desa.

Selain itu, ujar dia, Dana Desa juga difokuskan untuk meningkatkan ekonomi produktif yang digerakan oleh Badan Usaha Milik Desa dan pelaku UMKM di desa, sehingga bisa menjadi stimulus untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa, maupun dalam upaya mengatasi kemiskinan di pedesaan.


Stabilitas makro

Presiden Joko Widodo menginginkan kondisi yang kondusif dimanfaatkan guna memperkokoh stabilitas makro, meningkatkan kualitas pertumbuhan, memastikan tercapainya tujuan keadilan ekonomi dan pembangunan ekonomi berkesinambungan dalam jangka panjang, serta melakukan reformasi meningkatkan daya saing.

"Ekonomi kita terus tumbuh di kisaran lima persen per tahun, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia yang sedang berlangsung. Inflasi selalu pada kisaran 3,5 persen. Ini sebuah pencapaian yang luar biasa untuk menjaga daya beli rakyat. Realisasi inflasi bulan Juni 2018 berhasil ditekan pada angka 0,59 persen atau terendah dibandingkan inflasi saat hari besar keagamaan nasional dalam tujuh tahun terakhir.

Kepala Negara mencontohkan, angka pengangguran terbuka turun menjadi tinggal 5,13 persen pada Februari 2018, serta untuk pertama kalinya, persentase kemiskinan Indonesia turun ke angka satu digit, yaitu menjadi 9,82 persen pada Maret tahun 2018.

Selain itu, angka kemiskinan ditekan dari 28,59 juta atau 11,22 persen pada bulan Maret tahun 2015 menjadi 25,95 juta atau 9,82 persen pada Maret tahun 2018.

Sedangkan saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU APBN 2019 beserta nota keuangannya, Presiden mengatakan bahwa kebijakan fiskal ekspansif secara proporsional itu dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga kesinambungan fiskal ke depan.

"Hal ini ditunjukkan dengan defisit APBN yang semakin kecil dari 2,59 persen terhadap PDB pada tahun 2015 menjadi sekitar 2,12 persen pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 akan diturunkan menjadi 1,84 persen," katanya.

Perbaikan kebijakan fiskal juga ditunjukkan dengan defisit keseimbangan primer yang pada tahun 2015 mencapai Rp142,5 triliun, turun menjadi hanya Rp64,8 triliun pada tahun 2018, dan terus diarahkan lebih rendah lagi menuju defisit Rp21,7 triliun pada tahun 2019.

Presiden juga memastikan pembiayaan APBN pada 2019 akan dilaksanakan secara akuntabel lantaran defisit anggaran dan rasio utang terhadap PDB akan tetap dikendalikan dalam batas aman, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pengelolaan utang juga dilakukan dengan lebih berhati-hati untuk mengurangi risiko dan biaya, serta mengarahkan penggunaannya secara lebih produktif untuk program pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perlindungan sosial, serta pembangunan daerah.

Baca juga: Infrastruktur tidak hanya untuk tujuan ekonomi
Baca juga: Presiden: Pembangunan ekonomi topang perdamaian

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018