Pipa air macet pascagempa kemarin, karena air sulit terpaksa kita dan para pengungsi lain masak pakai air sungai
Lombok Utara (ANTARA News) - Para pengungsi korban gempa di Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat, diserang diare diduga akibat meminum air sungai.

Tono salah seorang pengungsi di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Selasa, mengakui mulai merasakan penyakit diare sejak Senin (13/8), dan sampai saat ini penyakit dideritanya belum sembuh. Tidak ada petugas kesehatan yang datang melihat mereka di tempat pengungsian.

"Selain tidak ada petugas, obat-obatan juga sama sekali gak ada di lokasi pengungsian," ujar Tono.

Ia menuturkan, mulai merasakan penyakit diare setelah minum air dari sungai yang di masak dikarenakan tidak adanya tersedia air bersih.

Bahkan, diakuinya tak hanya dirinya yang mengalami penyakit semacam itu, tapi juga warga lainnya yang kini tinggal di tenda-tenda pengungsian juga mengalami nasib yang sama.

"Pipa air macet pascagempa kemarin, karena air sulit terpaksa kita dan para pengungsi lain masak pakai air sungai," ungkapnya.

Sebelum gempa terjadi, menurutnya, kebutuhan air baik itu masak, mandi dan lain-lainnya menggunakan air dari pamdes setempat.

Lebih lanjut Tono mengatakan, dirinya sangat berharap kepada pemerintah untuk memberikan obat-obatan untuk para pengungsi seperti obat luka, pilek dan diare.

"Yang kita butuhkan di sini obat-obatan seperti obat diare, maag, demam dan flu, sementara untuk logistik, Insalloh cukup buat warga," katanya.

Pelaksana tugas (PLt) Kepala Dinas Kesehatan NTB, Marjito di Tanjung membenarkan jika saat ini para pengungsi yang mendiami lokasi-lokasi pengungsian sudah diserang penyakit. Mulai dari penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, maag, stres ringan hingga diare.

"Paling banyak keluhannya itu ISPA dan diare," ungkap Marjito.

Ada sejumlah penyebab sehingga para pengungsi ini diserang penyakit, antara lain lingkungan yang tidak bersih, minimnya ketersediaan air bersih dan tidak adanya fasilitas MCK yang memadai di lokasi pengungsian.

"Inilah mengapa saat ini banyak warga yang mulai mengidap penyakit dan ini menjadi pekerjaan rumah buat kita bersama untuk memecahkannya," ucapnya.

Marjito menyebutkan, saat ini total pengungsi di Kabupaten Lombok Utara mencapai 150 ribu orang. Terdiri dari orang tua, anak-anak, bayi dan balita serta para lansia. Dengan banyaknya pengungsi tersebut pihaknya perlu melakukan antisipasi. Sehingga yang sehat tidak pengaruh dan tidak terkena dampak penyakit.

Sementara untuk kebutuhan obat-obatan, menurutnya, sudah tercukupi. Hanya saja, persediaan obat-obatan untuk jenis tertentu belum tersedia.

Sedangkan, untuk posko kesehatan, pemerintah telah menyediakan sejumlah posko kesehatan dengan harapan pelayanan kesehatan bisa tetap normal.

"Untuk Lombok Utara saja ada 8 pos kesehatan yang kita dirikan. Tapi kita juga dapat bantuan rumah sakit terapung KRI Suharso. Termasuk rumah sakit rujukan seperti RSUP NTB, RSUD Kota Mataram, Bhayangkara, Risa, RS Jaka, RS slam, RS Tripat Gerung, rumah sakit angkatan darat," jelas Marjito.

Lebih lanjut, Marjito menyatakan dalam penanganan kesehatan pada masa tanggap darurat ini, pihaknya juga diperkuat 171 dokter spesialis, mulai bedah anak, bayi dalam kandungan, psikiater, ortopedi. Kemudian 228 dokter umum perawat 255, bidan 38, psikolog dan non medis 268 orang.

"Mereka ini kita sebar di 1.004 pos kesehatan di Lombok Utara, termasuk RSUP provinsi dan rumah sakit lapangan," tambahnya. 

Baca juga: Pengungsi Lombok Utara mulai terserang penyakit
Baca juga: Pengungsi Lombok Utara kesulitan fasilitas MCK


 

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018