Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan eksekusi mati terhadap narapidana terorisme masih menunggu permasalahan hukum sudah selesai.

"Ya rasanya tinggal menunggu waktu yang tepat ya. Ini lagi bulan puasa kan jangan bahas eksekusi mati terlebih dahulu," katanya di Jakarta, Jumat.

Sampai sekarang terdapat dua terpidana mati kasus tindak pidana terorisme, yakni, Iwan Darmawan Mutho alias Muhammad Rois dan Ahmad Hasan.

Iwan Darmawan dan Ahmad Hasan dihukum mati karena terlibat dalam kasus pengeboman Kedutaan Australia tahun 2004 silam.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyebutkan Aman Abdurrahman atau Oman Rochman yang dituntut hukuman mati bom Thamrin, merupakan tokoh utama dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

"Kita melihat peran yang bersangkutan sangat signifikan, dialah tokoh utama dalam jaringan JAD ini. JAD menurut penyidik kepolisian merekalah yang ternyata kedapatan terbukti pelaku pelaksanaan bom bunuh diri," katanya.

Bahkan, kata dia, Aman Abdurrahman yang membentuk jaringan dan memberikan doktrin kepada pengikutnya. "Itulah yang sekarang menyebar melakukan aksi-aksi teror," katanya.

Di bagian lain, ia menyebutkan kebanyakan pelaku bom bunuh diri itu, mereka yang pernah berangkat ke Suriah dan dideportasi kembali ke Indonesia. "Ternyata di sinipun belum menghentikan atau belum mengubah pemahaman itu. Tetap menganggap Indonesia sebagai negara thogut," katanya.

Aman dalam setiap acara dakwahnya selalu mengatakan untuk supaya pengikutnya melakukan jihad di tempatnya masing-masing. "Termasuk juga nampaknya Aman Abdurahman ini juga menulis buku-buku cukup banyak dan berisi ajaran yang dijadikan acuan bagi pengikut-pengikutnya," katanya.

"Jadi jaksa mengatakan disamping Aman sebagai residivis karena sudah dihukum dua kali dalam kasus yang sama dia juga dianggap membahayakan kehidupan kemanusiaan," katanya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap terdakwa dugaan aktor bom Thamrin, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018