Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta, subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti menerima suap Rp2,3 miliar dan gratifikasi sekitar Rp22,35 miliar.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Antonius Tonny Budiono telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut seperti dakwaan pertama dan kedua. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 5 tahun dan denda Rp300 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta Tonny divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta, subsider 4 bulan kurungan.

Putusan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dan pasal 12 huruf B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 KUHP.

Hakim juga memerintahkan pengembalian sejumlah uang milik Tonny yang tidak terbukti dengan perkara korupsi.

"Uang Rp242,569 juta yang merupakan uang honor perjalanan dinas dan penggantian tiket, uang 4.600 poundsterling sebagai biaya mengikuti sidang IMO dan sisa perjalanan ke Inggris, uang 11.212 ringgit Malaysia yang merupakan sisa perjalanan untuk persiapan sidang KTT di Malaysia, dan uang 50.000 dong Vietnam yang menjadi sisa perjalanan dinas istri terdakwa," kata hakim Titi Sansiwi.

Majelis hakim yang terdiri dari Saifuddin Zuhri, Mahfudin, Duta Baskara, Ugo, dan Titi Sansiwi menilai uang tersebut merupakan uang pribadi Tonny.

"Mengabulkan permintaan kuasa hukum terdakwa untuk pengembalian uang tersebut karena bersumber dari pendapatan terdakwa pribadi dan sebagai penghargaan kepada terdakwa saat menjalankan tugasnya sebagai abdi negara," kata hakim Titi.

Hakim juga sepakat dengan JPU KPK yang memberikan status pelaku yang membantu penegak hukum membongkar kejahatan (justice collaborator) kepada Antonius.

"Terdakwa sudah ditetapkan sebagai `justice collaborator` yang bukan kewenangan majelis hakim, tapi jadi bagian pertimbangan meringankan untuk terdakwa," ujar hakim Titi.

Empat proyek

Pada dakwaan pertama, Antonius didakwa menerima Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan dalma proyek pengerukan alur pelayaran pelabuhan dan persetujuan penerbitan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) PT Adiguna Keruktama, dengan cara memberikan kartu ATM Bank Mandiri beserta PIN dan buku tabungan bank Mandiri dengan nama Joko Prabowo kepada Antonius.

"Dari total yang diberikan Rp2,3 miliar, masih tersisa di rekening Joko Prabowo senilai Rp1,15 miliar, sehingga unsur menerima hadiah ada dalam perbuatan terdakwa," kata hakim Titik Sansiwi.

Proyek pertama yang dikerjakan PT Adhiguna adalah pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah TA 2016 senilai Rp61,2 miliar; Pelabuhan Samarinda Kaltim TA 2016 senilai Rp73,509 miliar, dan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017 senilai Rp44,518 miliar yang dimenangkan oleh PT Adhiguna Keruktama dengan imbalan sebesar Rp1,5 miliar yang diberikan secara bertahap.

Proyek kedua adalah penerbitan SIKK untuk PT Indominco Mandiri terkait pekerjaan pengerukan di Bontang, Kalimantan Timur. Setelah dibantu penerbitan SIKK, PT Adhiguna mengirimkan Rp300 juta dari rekening Yongkie Goldwing ke rekening Joko Prabowo sebagai bentuk terima kasih kepada Antonius.

Proyek ketiga adalah penerbitan SIKK untuk PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten terkait pekerjaan pengerukan di Lontar Banten. Menyusul SIKK itu juga tidak kunjung diterbitkan, maka Adi Putra menemui Antonius hingga akhirnya terbit SIKK pada 24 November 2016. Sebagai imbalan, PT Adhiguna mentrasfer dari rekening Yongkie ke Joko Prabowo sebesar Rp300 juta.

Proyek keempat adalah penerbitan SIKK Pekerjaan pengerukan di Tanjung Emas Semarang. Antonius mengeluarkan surat keputusan pada 8 Mei 2017 tentang pemberian izin kepada KSOP kelas I Tanjung Emas untuk melaksanakan pekerjaan pengerukan Tanjung Emas, sehingga pada 13 Juli 2017 Adi Putra mentransfer uang sebesar Rp200 juta sebagai ucapan terima kasih.

Pada dakwaan kedua, Antonius didakwa menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah Rp5,815 miliar, 479.700 dolar AS (sekitar Rp6,4 miliar), 4.200 euro (sekitar Rp68,451 juta), 15.540 poundsterling (sekitar Rp287,137 juta), 700.249 dolar Singapura (Rp7,06 miliar), 11.212 ringgit Malaysia (Rp37,813 juta), uang di rekening Bank Bukopin senilai Rp1,066 miliar, uang di rekening Bank Bukopin senilai Rp1,067 miliar, berbagai barang bernilai ekonomis yang ditaksir senilai Rp243,413 juta serta penerimaan di rekening BRI senilai Rp300 juta.

Tonny menerima vonis ini. "Mohon izin yang mulia saya langsung terima," kata Tonny.

Dalam perkara ini, Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta, subsider 5 bulan kurungan.

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018