Jakarta (ANTARA News) - Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 48 ayat (3) UU Guru dan Dosen tentang syarat dan kualifikasi untuk menduduki jabatan akademik profesor.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Pemohon yang bernama Suharto merupakan seorang dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang, yang merasa hak konstitusionalnya terlanggar atas berlakunya ketentuan a quo.

Pemohon berpendapat frasa "kualifikasi akademik" dalam ketentuan a quo tidak memberikan kepastian hukum.

Terkait dalil tersebut Mahkamah berpendapat bahwa frasa tersebut justru memberikan kepastian hukum bagi setiap orang yang akan menduduki satu jabatan atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

"Kualifikasi akademik menjadi syarat mutlak yang dapat dilihat dan dinilai dari pendidikan seseorang," ujar Hakim Konstitusi Aswanto membacakan pertimbangan Mahkamah.

Menurut Mahkamah dalil pemohon lebih menekankan kebutuhan hukum bagi pemohon yang menginginkan norma baru dikarenakan norma dari ketentuan yang diujikan kurang menguntungkan pemohon untuk menyandang gelar Profesor.

Mahkamah juga menjelaskan bahwa tiap-tiap negara memberlakukan praktik yang berbeda serta sistem yang berbeda, sehingga kualifikasi untuk satu jabatan tidak dapat secara baku diberlakukan terhadap semua negara.

"Lebih-lebih jika hal itu digunakan untuk menilai konstitusionalitas suatu norma undang-undang yang tunduk pada sistem ketatanegaraan yang didasarkan pada Konstitusi masing-masing negara," jelas Aswanto.

Sekalipun ada kaidah-kaidah akademik yang dapat diterima secara universal, hal itu tetap tidak dapat digunakan untuk menilai konstitusionalitas suatu kaidah undang-undang yang berlaku di suatu negara, kata Aswanto menambahkan.

"Kaidah-kaidah akademik demikian mungkin berguna sebagai bahan perbandingan, dengan maksud untuk memperbaiki sistem pendidikan khususnya pendidikan tinggi, namun tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan suatu norma Undang-Undang bertentangan dengan Konstitusi," pungkas Aswanto.

Baca juga: Kemristekdikti: profesor bukan gelar tapi jabatan akademik

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018