Kalau terkait pemilu kami bawa ke Badan Pengawas Pemilu, korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi, kalau hanya pidana biasa ke kepolisian."
Jakarta, 28/3 (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) menyoroti adanya 1.066 laporan transaksi tunai dan 54 transaksi melalui transfer menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2018.

"Bahwa ada 53 transaksi melalui transfer dan 1.066 transaksi tunai," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di sela-sela acara Diskusi Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dengan Pers Nasional di Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Kendati demikian, ia menegaskan temuan itu bukan berarti pasti tindak pidana. "Tapi itu adalah laporan transaksi," katanya.

Ia menambahkan dari temuan itu akan diperdalam atau dibagi-bagi lagi mana yang benar-benar tindak pidana. "Transaksi mencurigakan itu macam-macam kan, sesuai undang-undang, pertama tidak sesuai dengan karakter sifat dari si pelaku seperti seorang pejabat dalam transaksinya berulang-ulang kemudian dapat uang masuk dalam jumlah yang signifikan," katanya.

Atau diduga mendapatkan uang itu dari hasil kejahatan atau upaya dari hasil kejahatan. Serta ada upaya memecah transaksi hingga masuk dalam kategori keuangan bisa.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan telah menerima laporan 1.119 transaksi mencurigakan yang masuk pada akhir 2017 hingga awal 2018, diduga terkait pelaksanaan pilkada serentak tahun ini.

"Laporan transaksi mencurigakan ke kita itu ada sekitar 53 transaksi melalui transfer, terus yang melalui transaksi tunai sekitar 1.066 laporan," ujar Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan dari total 1.119 laporan aliran dana mencurigakan itu, ada beberapa transaksi yang jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah.

"Ini terkait pilkada yang jelas, secara otomatis juga berkaitan dengan calon-calon kepala daerah itu," ungkap Dian.

Menurut dia, laporan-laporan tersebut akan diidentifikasi PPATK, agar bisa dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

"Kalau terkait pemilu kami bawa ke Badan Pengawas Pemilu, korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi, kalau hanya pidana biasa ke kepolisian," tutur Dian.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018