Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan draf supervisi restorasi lahan gambut untuk area konsesi milik perusahaan saat ini sedang dimatangkan bersama dengan Kelompok Ahli BRG dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"(Supervisi untuk swasta) sekarang bentuknya draf, besok kita bahas lebih dalam dengan Pak Karliansyah (Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Sudah dibahas berkali-kali sih, kita matangkan saja nanti," kata Kepala BRG dikonfirmasi dari Pekanbaru, Jumat.

Menurut dia, prosedur operasional standar diperlukan untuk pelaksanaan supervisi tersebut dan sedang dibuat bersama antara BRG, KLHK dan melibatkan para ahli dari Kelompok Ahli BRG. Sedangkan pelaksanaan supervisinya langsung di lapangan nantinya akan dilakukan bersama-sama KLHK.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa akan ada tim yang terdiri dari Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD), BRG, para ahli dan KLHK. Mereka juga bekerja di bawah semacam steering committee, dan semuanya nanti tercantum di prosedur operasional standar.

Anggota kelompok ahli BRG Prof. Gusti Z Anshari PhD yang juga merupakan ahli tanah gambut dari Universitas Tanjungpura ditemui usai rapat koordinasi Kelompok Ahli BRG XVI di Selat Panjang mengatakan restorasi gambut masih merupakan hal baru, sehingga banyak yang belum mengetahui dan menguasai teknis pelaksanaannya.

Menurut dia, prosedur operasional standar supervisi restorasi gambut perlu ada karena belum tentu mereka yang ada di tingkat tapak di perusahaan mengetahui cara merestorasi lahan gambut.

"Mungkin pentinggi perusahaan di Jakarta tahu, tapi pelaksana di lapangan yang bekerja di area terpencil tidak tahu apa yang harus dikerjakan, karena itu supervisi ini penting," katanya.

Supervisi bukan sebuah upaya mencari-cari kesalahan, karena yang diharapkan adalah perusahaan bekerja di jalur yang benar secara berkelanjutan, jelasnya.

Saat ditanya optimisme perusahaan menjalankan sepenuhnya restorasi gambut, dirinya meyakini dengan adanya tuntutan global agar perusahaan berproduksi secara ramah lingkungan dan berkelanjutan, monitoring sosial yang kuat membuat mereka bekerja lebih transparan.

"Justru perusahaan yang kecil-kecil perlu lebih diberi perhatian dan penekanan khususnya terkait keikutsertaan mereka menjalankan regulasi," lanjutnya.

Sebelumnya, usai memberikan keterangan pers terkait Revitalisasi Tesso Nilo di media center Manggala Wanabakti, Senin (5/3), Sekjen KLHK Bambang Hendroyono mengatakan hanya belasan perusahaan yang belum merampungkan revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) dan harapannya Maret 2018 semua sudah menyelesaikannya.

Menurut Bambang, kendala yang dihadapi perusahaan dalam merevisi RKU antara lain mereka harus melakukan pemetaan dengan benar, rencana pelaksanaan usaha harus sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Mereka butuh penjelasan lebih lanjut mengenai RKU karena tidak semua paham apalagi ada perusahaan baru.

Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 6/2016 tentang Badan Restorasi Gambut, badan ini mendapat mandat merestorasi gambut-gambut yang terbakar di 2015. Badan khusus yang dibentuk Presiden Joko Widodo ini bekerja di tujuh provinsi dan harus merestorasi 2,45 juta hektare (ha) lahan gambut dalam waktu lima tahun sejak terbentuk.

Dari 2,49 juta ha luas lahan gambut yang harus direstorasi, sekitar 1,4 juta ha berada di area milik perusahaan sedangkan sisanya berada di area yang digunakan masyarakat dan kawasan lindung atau konservasi.Budi Suyanto
 

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018