Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut banyaknya sampah plastik yang terbawa arus laut secara periodik di pesisir Bali seperti terlihat dalam video milik wisatawan Rich Horner menjadi tanggung jawab seluruh negara.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati di Jakarta, Sabtu, menanggapi beredarnya video Marine Plastic di Nusa Penida, Bali, yang diunggah wisatawan Rich Horner di media sosial dan di-repost oleh World Economic Forum pada 7 Maret 2018 dengan mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan upaya mengatasi persoalan sampah, khususnya di Bali.

"KLHK bekerja sama dengan beberapa perusahaan kemasan, dalam menyediakan beberapa drop box, untuk menampung kemasan botol plastik dan kemasan karton untuk minuman," ujar Vivien.

Selain itu, Vivien juga menyampaikan bahwa kegiatan pembersihan rutin dilakukan setiap hari di pantai, dengan dukungan Pemerintah Daerah dan perusahaan minuman, serta hadirnya gerakan kurangi kantong plastik, yang disuarakan oleh beberapa LSM.

"Saat ini juga dilakukan kajian sampah plastik di laut di 20 lokasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim bekerja sama dengan World Bank, di mana Kota Denpasar, Bali, menjadi salah satu lokasinya," lanjutnya.

Terkait dengan sampah plastik di laut, Indonesia telah berkomitmen mengurangi sampah plastik di laut sebanyak 70 persen dan mengurangi limbah melalui reduce-reuse-recycle (3R) sebanyak 30 persen pada 2025, sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi pada G20 Summit 2018.

"Begitu pula Ocean Foundation, telah melakukan percobaan dengan memasang jaring dan menghisap sampah-sampah tersebut sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah sampah di laut, namun demikian tentunya hal ini akan membutuhkan jumlah biaya yang tidak sedikit jika Pemerintah Indonesia ingin mencoba melakukan hal yang sama," lanjut Vivien.

Semenatara itu, pakar Oceanografi dari Pusat Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo Pranowo berpendapat bahwa pola arus pada akhir Februari hingga awal Maret, telah memasuki selat Lombok dari arah utara, yaitu dari arah Selat Makassar dan Laut Jawa menuju Samudera Hindia.

"Sampah-sampah tersebut bisa jadi bukan hanya dari Indonesia. Hal ini terindikasi dari sejumlah kemasan dan marine litter yang ditemukan saat diving hari pertama bukan berasal dari lokasi setempat, karena tidak ada sungai yang mengalir dari Nusa Penida. Sampah atau marine litter tersebut terbawa arus yang berjarak ribuan kilometer," jelas Widodo.

Sebagaimana diketahui, video Rich Horner memperlihatkan lokasi menyelam di perairan Nusa Penida, Bali penuh dengan sampah plastik (marine litter). Secara utuh, Rich Horner juga menyampaikan update bahwa di hari kedua, dirinya tidak menemukan lagi sampah di lokasi yang sama, pada laman Facebook.

Ia juga menyatakan bahwa sampah-sampah di lokasi penyelaman, kemungkinan berasal dari Asia Tenggara.

Adapun kebijakan terbaru dalam pengelolaan sampah adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, yang menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen dan 70 persen penanganan sampah pada tahun 2025 di mana saat ini kebijakan tersebut sedang disosialisasikan.

Hal ini juga ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah di Laut, dan di waktu yang bersamaan juga berlangsung aksi pengurangan sampah di laut, di 26 kota yang memiliki pantai atau sungai besar bersama masyarakat, antara lain di Surabaya, Manado, Jakarta Utara, Denpasar, Banjarmasin serta direncanakan akhir Maret dan April, di Labuan Bajo dan Palembang.

"Di samping edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, Pemerintah juga terus berkoordinasi dengan semua pihak termasuk internasional, untuk mencari solusi dalam pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan," kata Vivien.
 

Pewarta: Virna Puspa Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018